Contoh Makalah watak Tasawuf
Judul referensi Makalah:
Contoh Makalah watak Tasawuf
Contoh Makalah budpekerti Tasawuf. Download File Format .doc atau .docx Microsoft Word dan PDF. referensi Makalah ini membahas ihwal Baik dan buruk dalam Perspektif Etika, Moral dan Susila. Berikut ini kutipan teks dari isi pola Makalah watak Tasawuf
Latar Belakang
Akhlak Tasawuf ialah salah satu khasanah muslim yang kehadirannya sampai dikala ini semakin dirasakan. tabiat tasawuf tampil, mengawal dan memandu perjalanan hidup umat semoga selmat dunia dan alam masai. Kepada umat insan, khususnya yang beriman kepada Allah, diminta supaya sopan santun dan keluhuran akal Nabi Muhammad SAW dijadikan rujukan dalam kehidupan berbagai bidang. Mereka yang mematuhi perintah ini dijamin keselamatan di dunia dan alam kalai.
Ajaran sopan santun disamping mempunyai nilai-nilai yang bersifat mutlak, absolute, dan universal sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan al- hadis, juga mendapat pemikiran yang bersifat rasional, lokal dan cultural. Peranan yang dimainkan oleh etika, moral, dan susila, yaitu sebagai sarana atau partner untuk menjabarkan susila islam yang terdapat dalam al- Qur’an dan al-hadis, sepanjang etika, moral dan susila itu sejalan dengan al-Qur’an dan al-hadis tersebut.
Untuk lebih memahami apa itu etika, moral dan susila, dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan tentang apa dan bagaimana korelasi antara Etika, moral dan Susila, serta pengertian baik buruk dan penentuannya.
Rumusan perkara
- Apa pengertian watak dan Susila?
- Bagaimana hubungan antara Etika, Moral dan Susila?
- Apa pengertian baik buruk dan apa sajakah aliran-alirannya?
Tujuan
- Mengetahui pengertian watak dan Susila
- Mengetahui perbedaan hubungan antara Etika, Moral dan Susila
- Mengetahui pengertian baik buruk dan apa sajakah aliran-alirannya
Pengertian budbahasa dan Susila
Pengertian budpekerti
Dari sudut kebahasaan, sopan santun berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al- sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan,kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama)1. Sedangkan pengertian sopan santun secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melaksanakan suatu perbuatan yang baik. berdasarkan tiga ulama watak yaitu Ibnu Maskawaih, Al Ghazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa susila ialah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Terdapat 4 ciri seseorang dikatakan berakhlak, yaitu:
- Perbuatan yang baik atau buruk
- Kemampuan melaksanakan perbuatan
- Kesadaran akan perbuatan itu
- Kondisi jiwa yang menciptakan cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk
Dari sifatnya, etika sanggup dikelompokkan menjadi dua, antara lain:
- Akhlak Mahmudah; yaitu tingkah laris terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang. moral terpuji ini dilahirkan dari sifat-sif at yang terpuji pula.
- Akhlak Madzmumah; yaitu tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak keyakinan seseorang dan menjatuhkan martabat insan. Sifat yang termasuk akhlak madzmumah yaitu segala sifat yang bertentangan dengan moral mahmudah.
Lima ciri yang terdapat dalam perbuatan sopan santun, yaitu:
Pertama, perbuatan akhlak beliaulah perbuatan yang telah tertanam berpengaruh dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. kalau kita mengatakan bahwa si A polanya sebagai orang yang berakhlak gemar memberi, maka sikap dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan dimanapun perilakunya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. kalaulau si A tersebut kadang masa gemar memberi, dan kadang masa bakhil, maka si A tersebut belum dapat dikatakan sebagai seorang yang gemar memberi. Demikian juga periodeu kepada si B kita mengatakan bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah tersebut telah dilakukanya dimanapun ia berada.
Kedua, perbuatan susila ialah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau absurd. Pada dikala yang bersangkutan melaksanakan suatu perbuatan ia tetap sehat kebijaksanaan pikiranya dan sadar. Oleh lantaran itu, perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk, atau perbuatan reflek seolah-olah berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan tabiat. Perbuatan budbahasa yaitu perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat kecerdikan pikiranya. Namun, karena perbuatan tersebut sudah mendarah daging, sebagaimana disebutkan pada sifat pertama, maka pada dikala akan mengerjakannya sudah tidak lagi memerlukan pertimbangan atau pemikiran lagi. Hal yang demikian tak ubahnya dengan seseorang yang sudah mendarah daging mengerjakan shalat lima waktu, maka pada dikala datang panggilan shalat ia sudah tidak merasa berat lagi mengerjakanya, dan tanpa pikir-pikir lagi ia sudah dengan simpel dan ringan sanggup mengerjakanya.
Ketiga, bahwa perbuatan budpekerti yaitu perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakanya, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan tabiat beliaulah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Oleh lantaran itu, bila ada seseorang yang melaksanakan perbuatan, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena paksaan, tekanan atau bahaya dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk kedalam etika dari orang yang melaksanakannya. Dalam kekerabatan ini Ahmad Amin mengatakan, bahwa ilmu watak ialah ilmu yang membahas wacana perbuatan insan yang sanggup dinilai baik atu buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik atu buruk itu sanggup dikatakan perbuatan susila. Banyak perbuatan yang tidak sanggup disebut perbuatan susilai, dan tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Perbuatan insan yang dilakukan tidak atas dasar kemauanya atau pilihanya sperti bernafas,berkedip, berbolak- baliknya hati, dan kaget ketika datang-tiba terang sesudah sebelumnya gelap tidaklah disebut watak, lantaran perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa pilihan.
Keempat, bahwa perbuatan watak yaitu perbuatan yang dilakukan dengan seesungguhannya, bukan main-main atau lantaran bersandiwara. masau kita menyaksikan orang berbuat kejam, sadis, jahat, dan seterusnya, tapi perbuatan tersebut kita lihat dalam pertunjukan film, maka perbuatan ters ebut tidak tidak dapat disebut perbuatan moral, lantaran perbuatan tersebut bukan perbuatan yang bersama-sama. Berkenaan dengan ini, maka sebaiknya seseorang tidak cepat-cepat menilai orang lain sebagai berakhlak baik atau berakhlak buruk, sebelum diketahui dengan bahu-membahu bahwa perbuatan tersebut memang dilakukan dengan sebetulnya. Hal ini perlu dicatat, lantaran insan termasuk makhluk yang pintar bersandiwara, atau berpura-pura. Untuk mengetahui perbuatan yang sebenarnya sanggup dilakukan melalui Tutorial yang kontinue dan terus-menerus.
Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan susila (khususnya budpekerti yang baik) yaitu perbuatan yang dilakukan lantaran ikhlas semata-mata lantaran Allah, bukan lantaran ingin dipuji orang atau lantaran ingin mendapat sesuatu kebanggaan. Seseorang yang melaksanakan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak sanggup dikatakan perbuatan budbahasa.
Dalam perkembangan selanjutnya etika tumbuh menjadi suatu ilmu yang bangun sendiri, yaitu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan aliran dan para tokoh yang membuatkanya. Kesemua aspek yang terkandung dalam budbahasa ini lalu membentuk satu kesatuan yang saling bekerjasama dan membentuk suatu ilmu.
Pengertian Susila
Menurut M. Said, susila atau kesusilaan berasal dari kata susila, yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata susila selanjutnya dipakai untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalan orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang asusila beliaulah orang yang berkelakuan jelek. Para pelaku zina atau pelacur acuannya, sering diberi gelar tunasusila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “su” dan “sila”. “su” berarti baik, cantik, dan “sila” berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Selanjutnya kata susila sanggup pula berati sopan, beradab, baik kecerdikan bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian, kesusilaan ebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan, dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang semoga berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai nilai yang berkembang dalam masyarkata dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.
Hubungan Antara Etika, Moral, dan Susila
Pada dasarnya, susila dan susila mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengakibatkan insan yang baik dan berbudi.
Ada beberapa persamaan antara Etika, Moral, dan Susila, yaitu sebagai berikut:
- Etika, Moral, dan Susila mengacu pada anutan atau ilustrasi wacana perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
- Etika, Moral, dan Susila merupakan prinsip atau aturan hidup insan untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya. Semakin tinggi kualitas etika, moral, dan susila seseorang atau sekelompok orang, semakin tinggi pula kualitas kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas etika, moral, dan susila seseorang atau sekelompok orang semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
- Etika, moral, dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi faktual yang dimiliki setiap orang.
- Dilihat dari fungsi dan perannya, sanggup dikatakan bahwa etika, moral, dan susila itu sama, yaitu untuk menentukan aturan atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan insan untuk ditentukan baik-buruknya.
Selain persamaan tersebut, ada pula perbedaan antara etika, moral dan susila yang menjadi ciri khas masing- masing. Berikut ini yaitu perbedan-perbedaan antara etika, moral, dan susila:
- Perbedaan dalam sumber yang menjadi patokan untuk menentukan baik dan buruk. Etika : penilaian baik dan buruk berdasarkan pendapat kecerdikan pikiran. Moral : penilaian baik dan buruk berdasarkan norma atau budpekerti kebiasaan. Susila : bersumber pada nilai-nilai yang berkembang dan dipandang baik oleh masyarakat
- Perbedaan dalam sifat pemikiran dan daerah pembahasan.
Etika lebih banyak bersifat teoristis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat simpel. Etika memandang tingkah laris insan secara umum sedang moral dan susila bersifat lokal atau individual. Etika menjelaskan baik dan buruk sedang moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Pengertian Baik buruk serta Beberapa Aliran wacana Baik dan buruk
Pengertian baik secara bahasa yaitu terjemahan dari kata khoir dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma`luf dalam kitab Munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik yaitu sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Selanjutnya, yang baik itu juga ialah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang dibutuhkan dan mengatakan kepuasan. Yang baik itu juga sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang disebut baik itu ialah sesuatu yang mendatangkan rahmat, mengatakan perasaan senang atau bahagia. Adapula pendapat bahwa yang disebut baik atau kebaikan yaitu sesuatu yang diinginkan, diusahakan dan menjadi tujuan insan. Tingkah laris insan ialah baik, apabila hal tersebut menuju kesempurnaan insan. Sedangkan kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkrit.
Dari beberapa kutipan beliautas, menggambarkan bahwa yang disebut baik yaitu segala sesuat u yang berafiliasi dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai insan. Dengan mengetahui sesuatu yang baik, maka akan mempermudah dalam mengetahui yang buruk. Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah syarr. Dan iartikan dengan sesuatu yang tidak baik, tidak seolah-olah yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, keji jahat, tidak bermoral dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu ialah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik.
Definisi diatas, mengatakan kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif sekali, lantaran tergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskan. Dengan demikian nilai baik atau jelek berdasarkan pengertian tersebut bersifat relatif dan subyektif, lantaran bergantung kepada individu yang menilainya.
Perkembangan pemikiran insan selalu berubah, begitu juga patokan yang digunakan orang untuk menentukan baik dan buruk insan. Beberapa aliran filsafat yang mensugesti pemikiran budpekerti beliauntaran ya ialah;
a. Baik dan buruk berdasarkan Aliran watak Istiadat (Sosialisme)
Baik dan buruk berdasarkan aliran ini ditentukan berdasarkan budbahasa istiadat yang berlaku dan dipegangi oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada etika dipandang baik, dan orang yang menentang tidak mengikuti watak-istiadat dipandang buruk dan mendapat hukuman secara etika. budbahasa istiadat selanjutnya dipandang sebagai pendapat umum. Ahmad Amin mengatakan bahwa tiap bangsa atau daerah memiliki budpekerti tertentu mengenai baik dan buruk. 9
b. Baik & buruk menurut Aliran Hedonisme
Aliran ini ialah aliran filsafat yang bersumber pada pemikiran filsafat Yunani Kuno. Terutama pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), kemudian dikembangkan oleh Cyrenics, berikutnya dikembangkan oleh Freud. berdasarkan paham ini, bahwa perbuatan yang baik ialah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
c. Baik dan buruk berdasarkan Paham Intuisisme (Humanisme)
Intuisi ialah kekuatan batik yang mampu menetukan sesuatu baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akhirnya. Kekuatan batin atau bunyi hati yaitu merupakan potensi rohaniah yang secara fitr ah telah ada pada diri insan. Paham ini beropini bahwa setiap insan mempunyai kekuatan insting batin yang sanggup membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin kadang berbeda refleksinya, lantaran dampak masa, tempat dan lingkungan. Akan tetapi dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh insan. Misal, apabila dia melihat suatu perbuatan, maka dia mendapat semacam ilham atau petunjuk yang sanggup memberi tahu nilai perbuatan itu, kemudian tetapkan aturan baik dan buruknya. Oleh lantaran itu, insan sepakat wacana keutamaan seolah-olah benar, senang memberi, berani. Mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang salah, pendusta, dan pengecut.
d. Baik dan buruk berdasarkan Paham Utilitarianisme
Secara bahasa utilis berarti berguna. Paham ini beropini bahwa yang baik yaitu yang berguna. bila ukuran ini berlaku bagi perorangan disebut individual, dan kurunu berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial. Paham ini mendapat perhatian dizaman kini. Di kurun kini ini, kemajuan dibidang teknologi meningkat tajam, dan kegunaanlah yang menentukan segala sesuatunya. Kelemahannya paham ini yaitu hanya melihat kegunaan dari sudut materialistik. Misal, orang tua jumpo semakin kurang mendapat penghargaan, lantaran secara material sudah tidak lagi kegunaannya. Padahal kedua orang busuk tanah tetap mempunyai kegunaan untuk dimintai pesan tersirat, doa dan pengalaman masa kemudian yang sangat berharga.
e. Baik dan buruk berdasarkan Paham Vitalisme
Paham ini berpendapat bahwa yang baik yaitu yang mencerminkan kekuatan dalam hidup insan. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah ianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih cenderung pada sikap hewan, dan berlaku aturan siapa yang besar lengan berkuasa dan menang itulah yang baik. Paham ini pernah dipraktekkan oleh para penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah, tertindas dan ndeso. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, beliau mampu menyebarkan pola hidup feodalisme, kolonialisme dan diktator. Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan aturan yang dikeluarkan menjadi pegangan masyarakat meskipun salah.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sudah banyak dikuasai oleh masyarakat, maka paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, kemudian beralih dengan sifat demokratis.
f. Baik dan buruk berdasarkan Paham Religiosisme
Paham ini beropini bahwa yang ianggap baik ialah perbuatan yang sesuai dengan kehendak yang kuasa, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak ilahi. Paham ini, terhadap keyakinan teologis yaitu keimanan kepada ilahi sangat memegang peranan penting. lantaran tidak mungkin orang berbuat sesuai dengan kehendak yang kuasa, apabila yang melaksanakan tidak beriman kepada-Nya.
Perlu diketahui, bahwa di dunia ini ada beragam agama yang dianut, dan masing-masing agama menentukan baik buruk berdasarkan ukurannya agama masing-masing. Agama Hindu, Budha, Yahudi, Katolik dan Islam, masing-masing agama tersebut mempunyai pandangan dan tolok ukur wacana baik dan buruk antara yang satu dengan lainnya berbeda-beda dan juga ada persamaannya.
g. Baik dan jelek berdasarkan Paham Evolusi
Paham ini menyampaikan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya hingga pada kesempurnaan. Paham seolah-olah ini tidak hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan, akan tetapi juga berlaku pada benda yang tidak sanggup dilihat dan diraba oleh indra, seakan-akan moral dan watak.
Salah seorang ahli filsafat Inggris berjulukan Herbert Spencer (1820-1903) berpendapat bahwa perbuatan susila itu tumbuh secara sederhana, lalu berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah keinginan yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik apabila akrab dengan impian tersebut, dan buruk apabila jauh daripada keinginan tersebut. Adapun tujuan insan dalam hidup ini ialah untuk mencapai cita-cta tujuan atau mendekatinya.
Paham ini, bahwa impian insan dalam hidup yaitu untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Kebahagiaan disini berkembang berdasarkan keadaan yang mengitarinya. erau perbuatan insan sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan yaitu yummy dan senang, maka hidupnya akan senang dan senang, begitu juga sebaliknya. Paham ini yang menimbulkan ukuran perbuatan baik insan ialah merubah diri sesuai dengan keadaan yang berlaku. Paham ini juga sesuai dengan pendapat Darwin (1809-1882). ia menjelaskan bahwa perkembangan alam didasari oleh ketentuan alam, perjuangan hidup, dan kuruni bagi yang lebih pantas.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian beliautas dan makalah sebelumnya, sanggup diketahui bahwa antara watak is lam yang bersumber pada wahyu mampu menerima atau mengakui peranan yang dimainkan oleh etika, moral, dan susila, yaitu sebagai sarana atau partner untuk menjabarkan moral islam yang terdapat dalam al- Qur’an dan al-hadis, sepanjang etika, moral dan susila itu sejalan dengan al- Qur’an dan al-hadis tersebut.
Dengan demikian pedoman etika disamping memiliki nilai-nilai yang bersifat mutlak, absolute, dan universal sebagaimana terdapat dalam al -Qur’an dan al-hadis, juga mendapat aliran yang bersifat rasional, lokal dan cultural. Sehingga fatwa islam mampu hadir dan diterima oleh se luruh lapisan sosial.
Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative, lantaran bergantung pada pandangan dan evaluasi masing-masing yang merumuskannya. Dengn demikian nilai baik atau buruk bersifat subyektif lantaran bergantung kepada individu yang menilainya.
Aliran filsafat yang mensugesti pemikiran susila tersebut ialah Baik buruk berdasarkan Aliran etika Istiadat (Sosialisme), Baik buruk berdasarkan Aliran Hendonisme, Baik buruk berdasarkan Paham Intuisisme (Humanisme), Baik buruk berdasarkan Paham Utilitarianisme, Baik buruk berdasarkan Paham Vitalisme, Baik buruk berdasarkan Paham Religiosisme, dan Baik buruk berdasarkan Paham Evolusi.
Selengkapnya silahkan lihat file preview dan download Contoh Makalah tabiat Tasawuf pada link di bawah ini.
Preview teladan Makalah:
Contoh Makalah watak Tasawuf
0 Komentar Untuk "Contoh Makalah watak Tasawuf"
Post a Comment