Pengaruh Undang undang Perlindungan Anak dalam Dunia Pendidikan
Anak-anak merupakan generasi bangsa di masa mendatang yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup insan. Untuk melaksanakan keberlangsungan tersebut, anak memerlukan perlindungan dari orang dewasa dikarenakan dalam prosesnya secara fisik dan mental seorang anak belum sepenuhnya matang. Setiap anak perlu mendapat perlindungan dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial. Kehidupan anak–anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu negara menyampaikan jaminan kepada bawah umur untuk mampu hidup berkembang sesuai dengan dunia bawah umur itu sendiri, sedangkan kehidupan bawah umur yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, sehingga tidak dapat berbagi psiko-sosial anak, merupakan cermin suatu negara yang tidak peduli pada anak-anak sebaga generasi bangsa yang akan dating.
Melihat betapa pentingnya kiprah bawah umur dalam pembangunan dimasa mendatang maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) yang diluncurkan pada tahun 2012. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak yaitu orang tua, keluarga, pemerintah dan negara. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan bahwa “Perlindungan anak adalah segala acara untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar mampu hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi.” Untuk itu, perlu dilakukan upaya proteksi untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya perlakuan diskriminatif.
Sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 15, Setiap Anak berhak untuk memperoleh proteksi dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.
Dalam dunia pendidikan, UUPA ini menyampaikan suatu kenyamanan bagi masyarakat dalam menjalani peran sebagai orang tua. Demikian juga halnya, ketika orang tua yang mempunyai anak yang masih bersekolah, ada rasa kenyamanan dalam memberangkatkan anak ke sekolah. UU ini menyelaraskan tujuan orang renta dan guru dalam membina anak menjadi insan yang seutuhnya. Berdasarkan UU ini anak ajar dijauhkan dari tindakan kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan cidera, cacat, atau bahkan janjkematian selama mengikuti pembelajaran.
UUPA berperan aktual dalam menyampaikan jaminan hukum kepada anak atau anak ajar dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Seorang anak asuh akan mendapatkan kepastian untuk menerima pembelajaran dengan baik dari guru yang mengajar di sekolahnya. UUPA ini juga menjamin seorang anak ajar dalam menyebarkan pengetahuan, meningkatkan kreativitas, dan verbal berguru dalam menguasai pembelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Semenjak UUPA ini diluncurkan, banyak bermunculan kasus kekerasan dalam dunia pendidikan terkhusus dalam Proses belajar mengajar. Banyak ditemukan dalam kolom-kolom warta media cetak atau siaran berita televisi yang menceritakan perkara guru dengan anak asuh. Hal yang baik yaitu untuk mencegah hal serupah terjadi dilingkungan pendidikan atau sekolah lainnya. Namun, masih saja, warta sejenis bermunculuan di media.
Namun, tanpa disadari, UUPA seolah membawa tren negatif kedalam dunia pendidikan.Jika mau jujur, UUPA ini seolah-olahnya menyampaikan kesan imunitas bagi anak bimbing atau keluarga anak bimbing yang merasa menjadi "korban". Setiap ada peristiwa guru dengan anak asuh, maka pemberitaan selalu saja menyebabkan guru sebagai "tersangka" utama yang harus dijatuhi hukuman berat. Sehingga, hal ini mau tidak mau,memberikan kesan baru bagi guru sebagai "penjahat" baru.
Contoh masalah, seorang guru memukul anak didiknya dengan sebuah buku dikelas, dan berujung pada pengadilan dengan tuntutan 10 bulan kurungan badan untuk si "guru". Dengan modal UUPA, guru tersebut dituntut untuk menerima sanksi tersebut padahal berdasarkan kronologinya si anak asuh telah berlaku tidak baik terhadap gurunya. Ada banyak perkara yang serupa dengan hal ini, dan ini memberikan tekanan tersendiri bagi guru-guru lain.
Berkaca dari banyaknya masalah yang terjadi dalam lingkungan sekolah berakibat pada semakin berkembangnya sifat apatis guru dalam memberikan pendidikan kepada anak didiknya. Banyak guru cenderung mengabaikan pembangunan huruf bagi anak ajarnya. Padahal tugas seorang guru di sekolah tidak hanya memberikan bahan pembelajaran tetapi juga ikut membangun huruf akseptor latih.
Dalam dunia pendidikan, ada dua yang diperkenalkan dalam menyampaikan jawaban atas ketidkaberhasilan anak didik dalam pembelajaran, yaitu penguatan aktual dan penguatan negatif. Di dalam penguatan negatif, ada punishment (hukuman). Namun saat ini, guru hanya lebih cenderung menyampaikan pembelajaran tanpa peduli dengan sikap anak. Sikap yang muncul inilah yang membawa pendidikan kearah negatif.
Memang benar, tidak ada seorangpun yang menginginkan tindakan kekerasan dalam kehidupan. Namun perlu pertimbangan yang lebih mendalam dalam mengambil keputusan. Termasuk juga kepada orang tua, dalam pengembangan abjad anak tidak hanya menjadi tanggung jawab guru tetapi terutama adalah keluarga. Untuk itu saran bagi orang bau tanah, mari kita pupuk nilai luhur pada anak, agar berkarakter mulia dalam sikap sehari-hari baik di sekolah atau di luar sekolah untuk menghindari terjadi kesalah pahaman dalam pembinaan dari pada menghukum guru yang merasa kesabarannya dalam membina seperti dipermainkan.
0 Komentar Untuk "Pengaruh Undang undang Perlindungan Anak dalam Dunia Pendidikan"
Post a Comment