IBX5980432E7F390 Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Bagian 2) - Bahas Materi Sekolah

Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Bagian 2)

Adapun bencana kedua yang terjadi menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yaitu:
Peristiwa Rengasdengklok

Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang kepada sekutu melalui radio BBC. Setelah mendengar berita Jepang bertekuk lutut kepada sekutu, golongan muda mendesak golongan renta untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun tokoh golongan bau tanah seolah-olah Soekarno dan Hatta tidak ingin terburu-buru mereka tetap menginginkan proklamasi dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih hal tersebut membuat mereka khawatir akan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Tetapi, golongan muda, seperti Sukarni dan Tan Malaka menginginkan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan secepat cepatnya. Para cowok mendesak supaya Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan kekosongan kekuasaan (vakum). Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. namun Golongan muda tidak menyetujui rapat tersebut, mengingat PPKI merupakan sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Dan mereka lebih menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa indonesia sendiri, bukan pinjaman dari Jepang. Perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan bau tanah inilah yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

a. Golongan Muda
Menanggapi perilaku konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap perilaku golongan tua dan menganggap bahwa PPKI merupakan bentukan Jepang. Sehingga mereka menolak seandainya proklamasi dilaksanakan melalui mekanisme PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, tanpa pengaruh dari Jepang. Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Djohar Nur, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat yang diketuai Chairul Saleh ini menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan kasus rakyat Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan perjaka menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh sebab itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya tragedi Rengasdengklok.

b. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan renta adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan mereka adalah meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekedar masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu sendiri.

c. Golongan Muda Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30 malam, utusan golongan muda yang terdiri dari Wikana, Darwis telah menghadap Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Wikana pun penyampaikan tuntutan biar Bung Karno segera mengumumkan Proklamasi kemerdekaan Indonesia pad esok hari, yakni pada tanggal 16 Agustus 1945. Bung Karno pun menolak tuntutan itu, dan lebih menginginkan betemu dan bermusyawarah terlebih dahulu dengan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya. karena bung karno menginginkan kemerdekaan Indonesia harus di capai tanap pertumpahan darah.
Mendengar penolakan Bung Karno itu, maka Wikana pun mengancam bahwa pada esok hari akan terjadi pertumpahan darah yang dahsyat dan pembunuhan secara besar-besaran. Hal tersebut pun menciptakan suasana menjadi tegang antara Bung Karno dan Pemuda, yang di saksikan pribadi oleh Bung Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Dr. Buntara, dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Di tengah suasana pro dan kontra, golongan muda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok . Pilihan ini diambil berdasarkan janji rapat terakhir golongan perjaka pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Maksudan dan tujuan para cowok membawa kedua pemimpin tersebut yaitu supaya Bung Karno dan Bung Hatta segera mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya serta menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari dampak Jepang.
Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog antara golongan tua yang diwakili Ahmad Subardjo dan golongan muda yang diwakili oleh Wikana, sehabis terjadi dialog dan ditemui kata sepakat supaya Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945. Golongan muda lalu mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka menjemput kembali Bung Karno dan Bung Hatta.
Hal tersebut berjalan mulus lantaran Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan muda bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok) mau melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
Dan sekitar pukul 23.00 rombongan datang di rumah kediaman Bung Karno di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, untuk menurunkan Ibu Fasmawati (istri Bung Karno), yang era itu ikut di bawa ke Rengasdengklok. Dan pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Rapat itu terutama membahas ihwal Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.


Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Bagian 2)"

Post a Comment