IBX5980432E7F390 Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf - Bahas Materi Sekolah

Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf

Judul tumpuan Makalah: 

Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf

Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf
Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf


Keterangan teladan Makalah:

Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf. Download File Format .doc atau .docx Microsoft Word dan PDF. Berikut ini kutipan teks dari isi contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf.

Arti dan Definisi Zakat

Perkataan zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain kata zaka, sebagaimana digunakan dalam al - Qur‟an yaitu suci dari dosa (M. Moh. Ali, 1977: 311) Dalam kitab-kitab aturan islam, perkataan zakat itu iartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan masaulau pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut pemikiran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah lantaran suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). jikalau dirumuskan, maka zakat ialah potongan dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. Syarat-syarat tertentu itu ialah nisab, haul dan kadar-nya. berdasarkan hadits, yang berasal dari Ibnu Abbas, saat Nabi Muhammad mengutus Mu‟az bin Jabal ke Yaman untuk mewakili ia menjadi gubernur di sana, antara lain Nabi menegaskan bahwa zakat ialah harta yang iambil dari orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak mendapatnya, antara lain fakir dan miskin.

Prinsip-Prinsip Zakat
Menurut M. A. Mannan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice (Lahore, 1970 : 285), zakat memiliki enamprinsip, yaitu prinsip keyakinan keagamaan (faith), prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, prinsip nalar (reason), prinsip kebebasan (freedom), prinsip etik (ethic) dan kewajaran.

Prinsip kepercayaan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satumenifestasi kepercayaan agama-nya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya. Prinsip pemerataan dan keadilan cukup terperinci menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan ilahi kepada umat insan. Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang masuk kecerdikan harus harus dibayar lantaran milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut hanya mampu dipungut stelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. Prinsip logika dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jassmani dan rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak di pungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa. risikonya prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akhir yang ditimbulkannya. Zakat mustahil dipungut, masau lantaran pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita (Mubyarto, 1986 :33).

Tujuan Zakat
Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini ialah sasaran praktisnya. Tujuan tersebut, selain yang telah disinggung diatas, antara lain ialah sebagai berikut:
  1. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup serta penderitaan.
  2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh paragharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.
  3. Membentangkan dan membina talipersaudaraan sesama umat Islam dan insan pada umumnya.
  4. Menghilangkan sifat kikir.
  5. Membersihakan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
  6. Menjebatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
  7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang memiliki harta.
  8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya (Pedoman zakat (4), 1982 : 27 – 28).
  9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial. 

Hikmah Zakat
Zakat sebagai lembaga Islam mengandung pesan tersirat yang bersifat rohaniah dan filosofis, pesan tersirat itu digambarkan dalam aneka macam ayat al –Qur‟an (2 : 261, 2 : 267, 9 : 103, 30 : 39) dan al-Hadist. diantara nasihat-hikmah itu yaitu :
  1. Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir, dengki, iri serta dosa.
  2. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan jawaban kemelaratan.
  3. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih saying antara sesame insan.
  4. Manifestasi kegotongroyongan dan gotong royong dalam kebaikan dan takwa.
  5. Mengurangi kefakimiskinan yang merupakan masalah sosial.
  6. Membina dan menyebarkan stabilitas sosial salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.

Syarat-Syarat Zakat
Menurut para hebat hokum Islam, ada bebrapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat sanggup dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu yaitu :
  1. Pemilikan yang niscaya, artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
  2. Berkembang, artinya harta itu berkembnag baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah lantaran ikhtiar atau usaha manusia.
  3. Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh diri dan keluarganya untuk hidup masuk kebijaksanaan sebagai insan.
  4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu higienis dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame insan.
  5. Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
  6. Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen (Abdullah Nasih Ulwan, 1985 : 9-15). 

Macam-Macam Zakat
Zakat terdiri atas :
  1. Zakat mal atau zakat harta ialah serpihan dari harta kekayaan seseorang (juga dalam aturan) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu sehabis dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Pada umumnya didalam kitab-kitab hukum fikih Islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori emas, perak, dan uang (simpanan), barang yang diperdagangkan, hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang dan barang temuan. Masing-masing kelompok itu berbeda nisab dan kadarnya.
  2. Zakat fitrah yaitu pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang masuk kecerdikan pada malam dan hari raya Lebaran, sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah akhir menunaikan ibadah puasa. Zakat fitrah ini, selain dari untuk menggembirakan hati fakir-miskin pada hari raya Lebaran itu, juga dimaksudkan untuk menyucibersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada saat melaksanakan puasa Ramadhan (al-Hadist), supaya orang itu benar-benar kembali kepada keadaan ftrah, suci seolah-olah dikala dilahirkan ibunya. Orang Islam yang memiliki bahan kuliner pokok lebih dari dua setengah kg pada waktu itu, wajib membayar zakat fitrah sebagai upaya pendidikan semoga orang gemar membelanjakan hartanya untuk kepentingan orang lain, kedatipun sesudah mengeluarkan zakat fitrah itu ia berhak mendapat potongan yang mungkin lebih besar dari yang dikeluarkannya (Yusuf al-Qardhawi, A.A. Basyir, 1975 : 51 -52).

Penerima Zakat
Mengenai peserta zakat sanggup dibagi ke dalam dua kategori, yaitu yang berhak dan yang tidak berhak mendapat zakat sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini :
1. Yang berhak mendapat zakat
Yang berhak mendapat zakat berdasarkan ketentuan al- Qur‟an surah 9 (at-Taubah ayat 60, ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil (seperti berulang-ulang telah disebut di atas).

2. Yang tidak berhak mendapat zakat 
Yang tidak boleh mendapat zakat yaitu kelompok orang-orang berikut ialah keturunan Nabi Muhammad berdasarkan hadist Nabi sendiri, kelompok orang kaya, keluarga Muzzaki yaitu keluarga orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat, orang yang sibuk beribadah sunnat untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi meluoakan kewajibannya mencari nafkah untuk diri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, dan orang yang tidak mengakui adanya ilahi dan menolak alirang agama. Mereka disebut mulhid atau atheis (Abdullah Nasih Ulwan, 1986 : 70-74, pedoman zakat (3), 1982 : 35-38).

Beberapa Permasalahan Zakat di Indonesia
1. Pemahaman Zakat
Yang dimaksud dengan pemahaman disini ialah pengertian umat Islam wacana lembaga zakat itu. Pengertian mereka sangat terbatas erau dibandingkan dengan pengertian mereka wacana shalat dan puassa, acuannya. Ini disebabkan lantaran pendidikan keagamaan Islam dimasa yang lampau kurang menjelaskan pengertian dan perkara zakat ini. balasannya, lantaran kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya (Pedoman Zakat (2), 1982:9).

2. Konsepsi Fikih Zakat
Yang dimaksud dengan konsepsi fikih zakat yaitu konsep pengertian dan pemahaman mengenai zakat hasil ijtihad insan.di dalam al- Qur‟an hanya disebutkan pokok-pokoknya saja yang kemudian dijelaskan oleh sunnah Nabi Muhammad. Fikih zakat yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia hamper seluruhnya hasil perumusan para mahir beberapa masa yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dankondisi masa itu. Perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi untuk dipergunakan mangatur zakat dalam masyarakat modern kini dikala ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang, yang mmepunyai sektor-sektor industry, pelayanan jasa, misalanya, tidak tertampung oleh fikih zakat yang telah ada itu. Dalam fikih zakat yang ada kini, yang wajib dizakati hanyalah emas, perak, barang-barang niaga, kuliner yang mengenyangkan, hewan peliharaan seolah-olah unta, domba dan sebagainya. Yang demikian memang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa yang kemudian, tetapi tidak cocok lagi dengan keadaan sekarang. 

3. Pembenturan Kepentingan
Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan yaitu pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini dengan contohnya Bazis atau Baz sebagai lembaga atau organisasi amil zakat gres. kurunu pengumpulan zakat dilakukan secara terkoordinasi dalam tubuh-badan gres itu, lembaga yang lama merasa khawatir kepentingannya akan terganggu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). bekerjsama, kekhawatiran ini tidak perlu ada asal saja semua dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaannya.

4. sikap Kurang Percaya
Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia perihal pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat itu. sikap ini ialah peninggalan sejarah, seolah-olah sikap kurang percayanya orang terhadap penyelenggaraan koperasi, lantaran kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap ini sangat sanggup dikurangi, bilalaulau tidak dapat dihapuskan samasekali, periodeu diciptakan organisasi yang baik terutama s ystem manajemennya, pengawas yang ketat dan tepat.

5. perilaku Tradisional
Penghambat lain ialah kebiasaan para wajib zakat, terutama diperdesaan,menyerahkan zakatnya tidak kepada kedelapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menrima zakat, tetapi kepada para pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak mendapatnnya, tetapi bertindak sebagai mustahiq (orang yang berhak mendapat zakat) sendiri dalam kategori sabilillah ialah orang yang berjuang dijalan Allah. Tutorial dan siakp ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut seharusnya ditinggalkan. iantaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal salah satu dari tujuan zakat yaitu pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial.

berbagai Upaya Pemecahan
1. Penyebarluasan Pengertian Zakat
Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Secara masal penyebaluasan pengertian zakat itu mampu dilakukan mellaui oenyuluhan, terutama ihwal aturannya, barang yang wajib dizakiati,pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan zaman.

2. membuat atau Merumuskan Fikih Zakat baru
Untuk keperluan ini harus ada kerjasama antara para hebat berbagai bidang yang dekat korelasinya dengan zakat, misalnya sekeddar tumpuan,para mahir pengetahuan Islam, mahir (hukum) fikih, sarjana aturan, sarjana ekonomi dan sarjana sosial. Fikih zakat yang baru itu diharapkan mampu menampung perkembangan yang ada dan bakal ada di Indonesia. Mengenai barang yang wajib dizakati, sebagai sumber zakat, hendaknya disebutkan jenis barang yang bernilai irit yang ada dalam masyarakat Indonesia kini. Di samping itu disebutkan juga penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan zakatnya supaya penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi bersih dari hak orang lain dan berkah.

Zakat dan Perundang-undangan
Potensi zakat, baik pesertaan maupun pengeluarannya cukup besar. Supaya ia menjadi riil sebagai dana untuk menanggulangi kemiskinan dan sarana pemerataan pendapatan untuk menciptakan keadilan sosial, pengelolaan sosial, pengelolaan zakat sebaiknya diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan. Pengaturan melalui peraturan perundang-rundangan ini, setidak-tidaknya dengan peraturan pemerintah, tidak hanya akan memperlancar proses pengelolaan dan pendayagunaannya, tetapi juga untuk memecahkan banyak sekali perkara yang berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan zakat. Sebagai pedoman yang menekankan pada rasa persaudaraan dan rasa kasih sayang terhadap sesama insan.

Pengertian Wakaf
Perkataan waqf, yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di kawasan atau menahan sesuatu. Pengertian menghentikan ini (kalau) dihubungkan dengan ilmu baca al-Qur‟an (ilmu tajwid) ialah tata Cara menyebut huruf -hurufnya, dari mana dimulai dan dimana harus berhenti. Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid ini mengandung makna menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas sementara. berdasarkan aturannya seorang pembaca tidak boleh berhenti di pertengahan suku kata, harus pada akhir kata di penghujung ayat semoga bacaannya tepat. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf yaitu berdiam di Arafah pada tanggal9 Zulhijjah saat menunaikan ibadah haji. Tanpa wuquf di Arafah ti dak ada haji bagi seseorang.

Pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam uraian ini. Wakaf yaitu menahan sesuatu benda untuk iambil keuntungannya sesuai dengan pemikiran Islam.

Di dalam kepustakaan, sinonim waqf adalah habs. Kedua-duanya kata benda yang berasal dari kata kerja waqafa dan habasa, artinya menghentikan, menahan seolah-olah yang dikemukakan di atas. Bentuk jamaknya yaitu awqaf untuk waqf dan ahbas untuk habs. Perkataan habs atau ahbas biasanya dipergunakan di Afrika Utara di abadngan pengikut mazhab Maliki.

Di dalam al-Qur‟an surah al-Haj (22) ayat 77 ilahi memerintahkan semoga insan berbuat kebaikan supaya hidup insan itu bahagia.di surah lain Allah memrintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang baik (2 :267). Dalam surah al-Imran (3) ayat 92 yang kuasa menyatakan bahwa insan tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali masau ia menyedekahkan sebagian dari harta yang disenanginya (pada orang lain). berdasarkan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari bubuk Hurairah, seorang insan yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya,kecuali pahala tiga amalan yaitu pahala amalan shadaqah jariyah (sedekah yang pahalanya tetap mengalir) yang diberikannya selama ia hidup, pahala ilmu yang bermanfaat (bagi orang lain) yang iajarkannya selama hayatnya, dan doa anak (amal) saleh ialah anak yang membalas guna orang tuanya dan mendoakan ayah-ibunya kendatipun orangtuanya itu telah tiada bersama ia di dunia ini. Para mahir sependapat bahwa yang dimaksud dengan (pahala) shadaqah jariyah dalam hadist itu yaitu (pahala) wakaf yang diberikannya di masa seseorang masih hidup (A. A. Basyir, 1977 : 7).

Harta yang diwakafkan haruslah benda yang abadi zatnya (tahan usang wujudnya), tidak lekas musnah stelah dimanfaatkan,lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf, tidak sanggup iasingkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual-beli hibah maupun dengan warisan, serta untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan anutan Islam. 

Unsur-Unsur Wakaf
1. Orang yang Mewakafkan Hartanya (Wakif)
Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah aturan Islam disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, di antaranya ialah kecakapan bertindak, telah sanggup mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai harta yang diwakafkan perlu dicatat bahwa harta itu harus bebas dari beban hutang pada orang lain. abadu ada, beban itu harus iangkat lebih dahulu supaya dengan tindakannya itu wakif tidak merugikan orang lain. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan dilarang pula menuntut supaya harta yang sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam (bagian) hak miliknya.

2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)
Barang atau benda yang diwakafkan (mauquf) haruslah memenuhi syarat- syarat berikut. Pertama, harus tetap zatnya dan sanggup dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tidak habis sekali pakai. Pemanfaatan itu haruslah untuk hal-hal yang berguna,halal dan sah berdasarkan aturan. Kedua, harta yang diwakafkan itu haruslah terperinci wujudnya dan niscaya batas-batasnya (jika berbentuk tanah). Ketiga, benda itu sebagaimana disebutkan iatas, harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban. Keempat, harta yang diwakafkan itu sanggup berupa benda sanggup juga berupa benda bergerak seakan-akan buku-buku, saham, surat-surat berharga dan sebagianya. erau ia berupa saham atau modal, haruslah diusahakan semoga penggunaan modal itu tidak untuk usaha-usaha yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan aturan Islam, teladannya untuk mendirikan atau membiayai daerah perjudian atau perjuangan-usaha maksiat lainnya (A.A. Basyir, 1977:10:A. Wasit Aulawi, 1975:3).

3. Tujuan Wakaf (Mauquf ‟alaih)
Tujuan wakaf yaitu untuk menerima keridhaan Allah, dalam rangka beribadah kepada-Nya. Sebagimana halnya dengan zakat, wakaf merupakan ibadah malliyah berbentuk shadaqah jariyah yaitu sedekah yang terus mengalir pahalanya untuk orang yang menyedekahkannya selama barang atau benda yang disedekahkan itu masih ada dan dimanfaatkan.oleh lantaran sifatnya yang demikian itu, maka tujuan wakaf wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah. Tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam kategori ibadah pada umumnya, sekurang-kurangnya tujuannya harus merupakan hal yang mubah berdasarkan ukuran (kaidah) aturan Islam. ialah mubah atau jaiz atau boleh saja masau polanya orangmewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar,lapangan olahraga, dan sebaginya dalam rangka pelaksanaan ibadah umum atau ibadah amah. periodeu tujuan wakaf itu untuk kepentingan umum, maka harus ada tubuh yang mengurusnya.

4. Pernyataan (Sighat) Wakif
Pernyataan wakif yang merupakan tanda oenyerahan barang atau benda yang diwakafkan itu, sanggup dilakukan dengan ekspresi atau tabrakan pena. Dengan penyataan itu, tanggallah hak wakif atas benda yang diwakafkannya.

Syarat-Syarat Wakaf
Di samping rukun-rukun wakaf tersebut di atas, ada pula syarat-syarat sahnya suatu pewakafan benda atau harta seseorang. Syarat-syarat itu yaitu sebagai berikut:
  1. Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk untuk selama-lamanya. Wakaf yang dibatasi waktunya untuk lima tahun saja misalnya, yaitu tidak sah.
  2. Tujuannya haruis terperinci, tanpa menyebutkan tujuan secara terang,pewakafan tidak sah.namun apabila seorang wakif menyerahkan tanahnya kepada suatu tubuh aturan tertentu yang sudah terperinci tujuan dan usahanya, wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada pada tubuh aturan yang bersangkutan sesuai dengan tujuan tubuh aturan itu.
  3. Wakaf harus segera dilaksanakan sesudah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu tragedi yang akan terjadi di masa yang akan tiba.

Macam Wakaf
1. Wakaf Keluarga atau Wakaf mahir
Yang dimaksud dengan wakaf keluarga atau wakaf mahir (disebut juga wakaf khusus) ialah wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ia keluarga wakif maupun orang lain. Dalam kekerabatan dengan wakaf keluarga ini perlu dicatat bahwa harta pusaka tinggi di Minangkabau teladannya, memiliki cirri-ciri yang sama dengan wakaf keluarga. Ia merupakan harta keluarga yang dipertahankan tidak dibag-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara individual, lantaran ia telah diperuntukkan bagi kepentingan keluarga, memenuhi kebutuhan baik dalam keadaan biasa apalagi dalam keadaan yang tidak disangka-sangka (darurat).

2. Wakaf Umum
Yang dimaksud dengan wakaf khairi atau wakaf umum ialah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini terperinci sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk mesjid, madrasah,pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan dan sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan pemikiran Islam dan yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melaksanakannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih sanggup iambil manfaatnya. Dari bentuk-bentuknya tersebut diatas, wakaf khairi ini terperinci merupakan wakaf yang benar-benar sanggup dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan merupakan salah satu sarana penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan (A.A. Basyir, 1977:15).

Pemilikan Harta Wakaf
Para mahir aturan (fikih) Islam sependapat bahwa sebelum harta yang diwakafkan, pemiliknya yaitu orang yang mewakafkannya. Dan sehabis harta wakaf itu diwakafkan oleh wakif, pemilikannya beralih kepada Allah dan manfaatnya menjadi hak mauqul „alaih ( : orang atau orang yang berhak memperoleh hasil harta wakaf itu). alasannya, berdasarkan pendapat umum, begitu wakif simpulan mengucap ikrar wakaf seketika itu juga pemilikan harta yang di wakafkannya tanggal (lepas) dari tangannya dan berpindah (kembali) menjadi milik Allah, tidak pada orang atau tubuh yang disebut dalam tujuan wakaf itu. Dengan kalimat lain, pemilikan atas harta wakaf, sehabis ikrar wakaf diucapkan oleh wakif, berpindah (kembali) kepada Allah, tidak tetap di tangan wakif dan tidak pula berpindah menjadi milik mauqufalaih.

Dengan demikian, harta wakaf itu menjadi amanat Allah yang memerlukan orang atau badan aturan mengurus atau mengelolanya. Orang atau tubuh yang mengurus wakaf disebut nadzir atau mutawalli. 

Pengurus Wakaf: Nadzir atau Mutawalli
Nadzir wakaf ialah orang atau tubuh yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Pada dasarnya, siapa saja sanggup menjadi nadzir asal saja ia berhak melaksanakan tindakan aturan. Namun demikian, kurunu nadzir itu yaitu perorangan, para jago menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhinya. Syarat tersebut yaitu telah akil balig cukup akal, pandai sehat, sanggup dipercaya dan sanggup menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf.

Nadzir berhak menerima upah untuk jerih payahnya mengurus harta wakaf, selama ia melakukan tugasnya dengan baik. Besarnya sesuai ketentuan wakif, biss sepersepuluh, seperdelapan dari hasil tanah yang diwakafkannya atau berapa saja yang pantas berdasarkan pertimbangan wakif. Nadzir wakaf yaitu orang yang memegang amanat pemeliharaan dan pengurusan wakaf sesuai dengan wujud dan tujuannya. Yang berhak menentukan nadzir wakaf yaitu wakif. Mungkin ia sendiri yang menjadi nadzir, mungkin pula diserahkannya kepada orang lain, baik perorangan maupun organisasi. supaya pewakafan sanggup terselenggara dengan sebaik- baiknya,pemerintah berhak campur tangan mengeluarkan banyak sekali peraturan mengenai perwakafan, termasuk menentukan nadzirnya (A.A.Basyir, 1977:19, Abdoerraoef, 1970:131).

Penerapan Fikih Wakaf di Indonesia
Penerapan fikih wakaf di Indonesia, terdapat perkembangan. kalau sebelum tahun tujuh puluhan, untuk memahami fikih wakaf di Indonesia hanya dipergunakan pendapat jago mazhab S yafi‟I, namun, sehabis tahun tujuh puluhan saat para hakim pengadilan agama telah banyak dijabat oleh alumni IAIN, tampak perubahan orientasi, tidak terbatas lagi hanya pada fikih Islam mazhab Syafi‟i, tetapi sudah meluas, berkembang meliputi juga paham yang tumbuh dalam mazhab aturan (fikih) Islam lainnya. Dengan demikian, pemahaman dan penerapan fikih wakaf di tanah air kita telah berkembang pula baik dalam teori maupun dalam putusan tubuh Pengadilan Agama.

Bentuk Wakaf di Indonesia

Di Indonesia,wakaf pada umunya berupa benda-benda konsumtif, bukan barang-barang yang produktif, ini sanggup dilihat pada mesjid, sekolah-sekolah, panti asuhan, rumash sakit, dan sebagainya. Ini disebabkan lantaran beberapahal, di antaranya ialah (di jawa teladannya) tanah telah sempit dan di tempat-daerahlain, menurut aturan sopan santun (dahulu), hak milik perorangan atas tanah dibatasi oleh hak masyarakat aturan budbahasa,seperti hak uluyat acuannya. Dan oleh lantaran harta yang diwakafkan itu pada umumnya yaitu barang-barang konsumtif, maka terjadilah masalah mengenai biaya pemeliharaannya. Untuk mengatasi kesulitan it u,perlu dicari sumber dana tetap melelui wakaf produktif. 

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah dikemukakan terperinci zakat dan wakaf di Indonesia dikala ini perlu mendapatt perhatian khusus, lantaran lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga yang potensial untuk dikembangkan, tetapi pengelolaannya hingga dikala ini belum optimal. Dengan adanya BAZNAS dan LAZ diharapkan pengelolaan zakat lebih terarah sehingga tujuan orang beramal sanggup tercapai. diharapkan juga undang-undang Wakaf dan tubuh Wakaf Indonesia segera terlaksana, sehingga wakaf mampu dikelola secara prodoktif dan mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan social dalam masyarakat.

Selengkapnya silahkan lihat file preview dan download Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf pada link di bawah ini.

Preview teladan Makalah:

Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf


Download pola Makalah:

[ Format File .doc / .docx Microsoft Word dan PDF]

Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf.docx 
Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf.pdf

Demikian share file Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf semoga sanggup membantu dan bermanfaat.

Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Contoh Makalah manajemen Zakat dan Wakaf"

Post a Comment