Teori Belajar Gagne
A. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne
Robert M. Gagne yaitu spesialis psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase berguru, tipe-tipe kegiatan berguru, dan hirarki berguru. Dalam penelitiannya ia banyak memakai materi matematika sebagai medium untuk mengujipenerapan teorinya (Depdiknas, 2005:13).
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne beropini bahwa berguru dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang mencakup lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan aneka macam lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa beliau nantinya.
Bagi Gagne, berguru tidak mampu didefinisikan dengan simpel karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil mencar ilmu akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Gagne dalam Dimyati (2002:10) menyatakan mencar ilmu merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah mencar ilmu orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian berguru ialah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan info, menjadi kapabilitas baru.
B. Objek Belajar Matematika
Menurut Gagne berguru matematika terdiri dari objek eksklusif dan objek tak langsung. objek tak eksklusif antara lain kemampuan mengusut, kemampuan memecahkan perkara, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak pribadi berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
1. Fakta
Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 yaitu simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan ialah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
2. Ketrampilan
Keterampilan(Skill) ialah suatu mekanisme atau hukum untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Contohnya; keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan bila ia telah mampu memakai prosedur atau hukum yang ada dengan cepat dan tepat. Ketrampilan memperlihatkan kemampuan memberikan tanggapan dengan cepat dan sempurna.
3. Konsep
Konsep yaitu inspirasi absurd yang memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan acuan atau bukan pola dari ide absurd tersebut. Contohnya ; konsep himpunan, segitiga, kubus, bundar, dll. Siswa dikatakan telah mempelajari suatu konsep jikalau ia telah mampu membedakan teladan dan bukan teladan. Untuk hingga ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk pola dan yang bukan teladan.
4. Prinsip
Prinsip yaitu pernyataan yang memuat korelasi antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling absurd dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika beliau mampu mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; mampu mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat memakainya pada situasi yang sempurna.
C. Sistematika ”Delapan TipeBelajar”
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar sikap bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe mencar ilmu ini ialah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan bernafsu untuk mempermalukan, siswa yang gelisah pada dikala pelajaran matematika mungkin lantaran kondisi tidak suka matematika pada orang itu. Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan dapat mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika, seharusnya mencoba membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap mereka akan mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada pelajaran matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal menimbulkan asosiasi impian positif dengan isyarat netral, kecerobohan menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak harapan siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya tipe berguru ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin berpengaruh penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon mampu diatur dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu.
3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh karena yang satu terjadi segera sehabis yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang dibutuhkan bagi berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak bimbing sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Kebanyakan kegiatan dalam matematika memerlukan manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining. Belajar menciptakan garis bagi suatu sudut dengan memakai jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus respn yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan menggunakan jangka untuk menarik busur dan menciptakan garis lurus antara dua titik.
Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan berguru rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian stimulus respon apabila tidak menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan mencar ilmu stimulus respon dan rangkaian diafasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat dipakai untuk meningkatkan berguru stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi berguru.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi mulut ialah rangkaian dari stimulus lisan yang merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon lisan yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar rangkaian verbal ialah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang melibatkan mencar ilmu rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek dan menyampaikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.
Asosiasi lisan melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi lisan yang memerlukan penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode dalam bentuk mulut, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental lisan ”y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi dengan memakai simbol ”y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin memakai visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak bimbing mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian menentukan pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini ialah anak bimbing sudah mempunyai kemahiran melaksanakan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak mampu membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak bimbing serta nama masing-masing lantaran sanggup mengadakan diskriminasi di antara belum dewasa.
Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui stimulus respon sederhana anak belajar mengenal (nama ”dua” untuk konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut.
6. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep ialah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau peristiwa dan mengelompokan objek-objek atau peristiwa-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek lantaran dalam karakteristik yang berbeda sedangkan mencar ilmu konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana mencar ilmu dari prasyarat harus dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus diikutkan dengan prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi lisan yag cocok, dan diskriminasi dari karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh, tahap pertama berguru konsep bulat mungkin mencar ilmu mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri relasi stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai bundar melalui berguru asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin mencar ilmu membedakan antara bulat dan objek bundar lain seolah-olah dan lingkaran. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal bulat. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi bulat dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep bundar. Kemampuan membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang gres merupakan Kemampuan yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama untuk mengidentifikasi dan menyampaikan respon terhadap hal gres dari suatu konsep, sebagai alhasil cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah dipelajari yaitu siswa mampu menciptakan generalisasi konsep kedalam situasi yang lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru kepada siswa:
a. Memberikan variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk menfasilitasi generalisasi.
b. Memberikan teladan-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep untuk membantu diskriminasi.
c. Memberikan yang bukan teladan dari konsep untuk meningkatkan pemahaman diskriminasi dan generalisasi.
d. Menghindari tunjangan konsep yang mempunyai karakteristik umum.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar hukum (Rule learning) ialah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (Respon). Kebanyakan mencar ilmu matematika ialah belajar hukum. sebagai acuan, kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama berguru dan menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif yaitu tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan hukum tersebut. Untuk membahas hukum ini, harus diberikan mulut(dengan kata-kata) atau rumus seakan-akan “ urutan dalam perkalian tidak menyampaikan tanggapan yang berbeda” atau “untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a.
Aturan terdiri dari sekumpulan konsep. Aturan mungkin mempunyai tipe berbeda dan tingkat kesulitan yang berbeda. Beberapa aturan yaitu definisi dan mungkin dianggap sebagai konsep terdefinisi.
konsep terdefinisi n! = n (n – 1) (n -2). . . (2)(1) ialah hukum yang menjelaskan bagaimana mengerjakan n! Aturan-aturan lain yaitu rangkaian antar kosep yang terhubung, seperti hukum bahwa eksistensi sejumlah operasi aritmetika seharusnya dikerjakan dengan urutan x, :, +, – . Jika siswa sedang belajar aturan mereka harus mempelajari sebelumnya rangkaian konsep yang menyusun aturan tersebut. Kondisi-kondisi berguru hukum mulai dengan merinci sikap yang diinginkan pada siswa. seorang siswa telah mencar ilmu hukum apabila dapat menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda.
Robert Gagne menyampaikan 5 tahap dalam mengajarkan hukum:
Tahap 1 : menginformasikan pada siswa perihal bentuk sikap yang diharapkan ketika belajar
Tahap 2 : bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep
Tahap 3 : memakai pernyataan mulut (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa menyatakan hukum sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang sempurna.
Tahap 4 : dengan kontribusi pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu teladan nyata dari aturan
Tahap 5 : (bersifat pilihan, tetapi berguna untuk pengajaran selanjutnya) dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk menciptakan pernyataan verbal dari hukum.
8. Pemecahan Masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe berguru yang lain, terutama penggunaan hukum-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan kasus, memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi dilemaatik. Tipe mencar ilmu ini memerlukan proses akal budi yang kadang kala memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe mencar ilmu ini kemampuan penalaran siswa mampu berkembang. Dengan demikian poses berguru yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses mencar ilmu mendasar lainnya telah dimiliki dan dikuasai.
Kriteria suatu pemecahan masalah yaitu siswa belum pernah sebelumnya merampungkan perkara khusus tersebut,walaupun mungkin telah dipecahkan sebelumnya oleh banyak orang. sebagai pola pemecahan masalah, siswa yang belum pernah sebelumnya berguru rumus kuadrat, menurunkan rumusnya untuk menentukan penyelesaian umum persamaan ax2 + bx + c = 0. Siswa akan menentukan keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan menerapkan keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat, dengan melaksanakan petunjuk dari guru.
Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap :
a. Menyatakan kasus dalam bentuk umum,
b. Menyatakan kembali masalah dalam suatu defenisi operasional,
c. Merumuskan hipotesis alternatif dan mekanisme yang mungkin tepat untuk memecahkan masalah,
d. Menguji hipotesis dan melaksanakan mekanisme untuk memperoleh solusi dan
e. Menentukan solusi yang sempurna.
D. Fase-Fase Belajar
Fase-fase mencar ilmu ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses berguru, yaitu:
1. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir yaitu pencatatan (dicatat dalam jiwa wacana apa yang sudah diterimanya).
2. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan mampu dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah mencar ilmu akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diharapkan. Fase ini bekerjasama dengan ingatan dan kenangan.
4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diharapkan. Jika kita akan memakai apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini mencakup penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil mencar ilmu.
E. Hasil-Hasil Belajar
Setelah akhir berguru, penampilan yang mampu diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil mencar ilmu yang diberikan Gagne yaitu :
1. Informasi Verbal.
Informasi mulut yaitu kemampuan siswa untuk mempunyai keterampilan mengingat berita lisan, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat mulut.
2. Keterampilan intelektual.
Keterampilan intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa wacana operasi-operasi intelektual yang mampu dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu yaitu terletak pada tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahkan perkara siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinngi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi hukum-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperoleh aturan-aturan ini siswa sudah harus berguru beberapa konsep konkret, dan untuk berguru konsep konket ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
3. Strategi kognitif.
Strategi kognitif merupakan suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi berguru dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa seni manajemen kogniti yaitu taktik menghafal, seni manajemen menghafal, strategi penjelasan terperinci, taktik pengaturan, strategi metakognitif, dan strategi afektif.
4. Sikap-sikap.
Merupakan pembawaan yang dapt dipelajari dan mampu menghipnotis perilaku seseorang terhadap benda, kejadiaan atau makhluk hidup lannya. sekelompok siswa yang penting dialah sikap-sikap terhjadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu menjadi hal yang penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
5. Keterampilan-keterampilan motorik.
Ketarampilan motorik merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggambungan kaegiatan motorik dengan intelektual seabagai hasil belajar seakan-akan membaca, menulis, dan sebagai berikut.
F. Kejadian-kejadian Instruksi
Mengajar mampu kita pandang sebagai usaha mengontrol kondosi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu potongan dari proses belaajar, namun termasuk peran guru dalam mengajar. Menurut Gagne mengajar terdiri dari sejumlah peristiwa-kejadian tertentu yang dikenal dengan ”Nine Instruction events” yang mampu diuraikan sebagai berikut:
1. Memelihara perhatian (Gain attention).
Dengan stimulus eksternal kita berusaha membangkitkan perhatian siswa untuk mencar ilmu.
2. Menjelaskan tujuan pembelajaran (Inform Lerners of Objectives).
Menjelaskan kepada siswa tujuan dan hasil apa yang diharapkan sehabis belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi mulut.
3. Merangsang ingatan siswa (Stimulate recall of prior learning).
Meransang ingatan siswa untuk mengingat kembaali konsep, hukum dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
4. Menyajikan stimulus (Present the content).
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga siswa menjadi lebih siap mendapat pelajaran
5. Memberikan bimbingan (Provide “learning guidance”). Memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses mencar ilmu
6. Memantapkan apa yang telah dipelajari (Elicit performance/practice).
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7. Memberikan umpan balik (Provide feedback).
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada siswa apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8. Menilai hasil berguru(Assess performance).
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui apakah dia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan soal.
9. Mengusahakan transfer (Enhance retention and transfer to the job).
Mengusahakan transfer dengan memberikan acuan-contoh komplemen untuk menggeneralisasikan apa yang telah dipelajari itu sehingga ia mampu memakainya dalam situasi-situasi yang lain.
Berikut ini ialah pola yang menggambarkan pengajaran yang mengacu pada sembilan insiden-kejadian mencar ilmu, mengajarkan segitiga sama sisi.
1. Menujukkan di komputer bentuk bangun datar segitiga yang bervariasi.
2. Memgajukan pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan segitiga sama sisi?
3. Meninjau kembali definisi segitiga
4. Memberikan deenisi segitiga sama sisi
5. Memberikan contoh segitiga sama sisi
6. Meminta siswa untuk menciptakan 5 acuan yang berbeda
7. Memeriksa semua acuan
8. Memberikan nilai dan pengulangan
9. Menujukkan gambar suatu benda dan meminta siswa untuk mengidentifikasi segitiga sama sisi.
Demikian yang dapat aku paparkan mengenai Teori Belajar Gagne. Materi ini aku rangkum dari beberapa sumber.
Terimah Kasih…
Robert M. Gagne yaitu spesialis psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase berguru, tipe-tipe kegiatan berguru, dan hirarki berguru. Dalam penelitiannya ia banyak memakai materi matematika sebagai medium untuk mengujipenerapan teorinya (Depdiknas, 2005:13).
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne beropini bahwa berguru dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang mencakup lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan aneka macam lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa beliau nantinya.
Bagi Gagne, berguru tidak mampu didefinisikan dengan simpel karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil mencar ilmu akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Gagne dalam Dimyati (2002:10) menyatakan mencar ilmu merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah mencar ilmu orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian berguru ialah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan info, menjadi kapabilitas baru.
B. Objek Belajar Matematika
Menurut Gagne berguru matematika terdiri dari objek eksklusif dan objek tak langsung. objek tak eksklusif antara lain kemampuan mengusut, kemampuan memecahkan perkara, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak pribadi berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
1. Fakta
Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 yaitu simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan ialah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
2. Ketrampilan
Keterampilan(Skill) ialah suatu mekanisme atau hukum untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Contohnya; keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan bila ia telah mampu memakai prosedur atau hukum yang ada dengan cepat dan tepat. Ketrampilan memperlihatkan kemampuan memberikan tanggapan dengan cepat dan sempurna.
3. Konsep
Konsep yaitu inspirasi absurd yang memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan acuan atau bukan pola dari ide absurd tersebut. Contohnya ; konsep himpunan, segitiga, kubus, bundar, dll. Siswa dikatakan telah mempelajari suatu konsep jikalau ia telah mampu membedakan teladan dan bukan teladan. Untuk hingga ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk pola dan yang bukan teladan.
4. Prinsip
Prinsip yaitu pernyataan yang memuat korelasi antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling absurd dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika beliau mampu mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; mampu mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat memakainya pada situasi yang sempurna.
C. Sistematika ”Delapan TipeBelajar”
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar sikap bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan buat berlangsungnya tipe mencar ilmu ini ialah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan bernafsu untuk mempermalukan, siswa yang gelisah pada dikala pelajaran matematika mungkin lantaran kondisi tidak suka matematika pada orang itu. Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan dapat mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika, seharusnya mencoba membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap mereka akan mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada pelajaran matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal menimbulkan asosiasi impian positif dengan isyarat netral, kecerobohan menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak harapan siswa untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya tipe berguru ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin berpengaruh penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon mampu diatur dan dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respon itu.
3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh karena yang satu terjadi segera sehabis yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang dibutuhkan bagi berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak bimbing sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Kebanyakan kegiatan dalam matematika memerlukan manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining. Belajar menciptakan garis bagi suatu sudut dengan memakai jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus respn yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan menggunakan jangka untuk menarik busur dan menciptakan garis lurus antara dua titik.
Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan berguru rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian stimulus respon apabila tidak menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan mencar ilmu stimulus respon dan rangkaian diafasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat dipakai untuk meningkatkan berguru stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan motivasi berguru.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi mulut ialah rangkaian dari stimulus lisan yang merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon lisan yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar rangkaian verbal ialah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang melibatkan mencar ilmu rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek dan menyampaikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.
Asosiasi lisan melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi lisan yang memerlukan penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode dalam bentuk mulut, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental lisan ”y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi dengan memakai simbol ”y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin memakai visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak bimbing mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian menentukan pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini ialah anak bimbing sudah mempunyai kemahiran melaksanakan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak mampu membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak bimbing serta nama masing-masing lantaran sanggup mengadakan diskriminasi di antara belum dewasa.
Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui stimulus respon sederhana anak belajar mengenal (nama ”dua” untuk konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut.
6. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep ialah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau peristiwa dan mengelompokan objek-objek atau peristiwa-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek lantaran dalam karakteristik yang berbeda sedangkan mencar ilmu konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana mencar ilmu dari prasyarat harus dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus diikutkan dengan prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi lisan yag cocok, dan diskriminasi dari karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh, tahap pertama berguru konsep bulat mungkin mencar ilmu mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri relasi stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai bundar melalui berguru asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin mencar ilmu membedakan antara bulat dan objek bundar lain seolah-olah dan lingkaran. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka belajar untuk mengenal bulat. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi bulat dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep bundar. Kemampuan membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang gres merupakan Kemampuan yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama untuk mengidentifikasi dan menyampaikan respon terhadap hal gres dari suatu konsep, sebagai alhasil cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah dipelajari yaitu siswa mampu menciptakan generalisasi konsep kedalam situasi yang lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru kepada siswa:
a. Memberikan variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk menfasilitasi generalisasi.
b. Memberikan teladan-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep untuk membantu diskriminasi.
c. Memberikan yang bukan teladan dari konsep untuk meningkatkan pemahaman diskriminasi dan generalisasi.
d. Menghindari tunjangan konsep yang mempunyai karakteristik umum.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar hukum (Rule learning) ialah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (Respon). Kebanyakan mencar ilmu matematika ialah belajar hukum. sebagai acuan, kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama berguru dan menggunakan aturan bahwa perkalian komutatif yaitu tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan hukum tersebut. Untuk membahas hukum ini, harus diberikan mulut(dengan kata-kata) atau rumus seakan-akan “ urutan dalam perkalian tidak menyampaikan tanggapan yang berbeda” atau “untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a.
Aturan terdiri dari sekumpulan konsep. Aturan mungkin mempunyai tipe berbeda dan tingkat kesulitan yang berbeda. Beberapa aturan yaitu definisi dan mungkin dianggap sebagai konsep terdefinisi.
konsep terdefinisi n! = n (n – 1) (n -2). . . (2)(1) ialah hukum yang menjelaskan bagaimana mengerjakan n! Aturan-aturan lain yaitu rangkaian antar kosep yang terhubung, seperti hukum bahwa eksistensi sejumlah operasi aritmetika seharusnya dikerjakan dengan urutan x, :, +, – . Jika siswa sedang belajar aturan mereka harus mempelajari sebelumnya rangkaian konsep yang menyusun aturan tersebut. Kondisi-kondisi berguru hukum mulai dengan merinci sikap yang diinginkan pada siswa. seorang siswa telah mencar ilmu hukum apabila dapat menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda.
Robert Gagne menyampaikan 5 tahap dalam mengajarkan hukum:
Tahap 1 : menginformasikan pada siswa perihal bentuk sikap yang diharapkan ketika belajar
Tahap 2 : bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep
Tahap 3 : memakai pernyataan mulut (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa menyatakan hukum sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang sempurna.
Tahap 4 : dengan kontribusi pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu teladan nyata dari aturan
Tahap 5 : (bersifat pilihan, tetapi berguna untuk pengajaran selanjutnya) dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk menciptakan pernyataan verbal dari hukum.
8. Pemecahan Masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe berguru yang lain, terutama penggunaan hukum-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan kasus, memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi dilemaatik. Tipe mencar ilmu ini memerlukan proses akal budi yang kadang kala memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe mencar ilmu ini kemampuan penalaran siswa mampu berkembang. Dengan demikian poses berguru yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses mencar ilmu mendasar lainnya telah dimiliki dan dikuasai.
Kriteria suatu pemecahan masalah yaitu siswa belum pernah sebelumnya merampungkan perkara khusus tersebut,walaupun mungkin telah dipecahkan sebelumnya oleh banyak orang. sebagai pola pemecahan masalah, siswa yang belum pernah sebelumnya berguru rumus kuadrat, menurunkan rumusnya untuk menentukan penyelesaian umum persamaan ax2 + bx + c = 0. Siswa akan menentukan keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan menerapkan keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat, dengan melaksanakan petunjuk dari guru.
Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap :
a. Menyatakan kasus dalam bentuk umum,
b. Menyatakan kembali masalah dalam suatu defenisi operasional,
c. Merumuskan hipotesis alternatif dan mekanisme yang mungkin tepat untuk memecahkan masalah,
d. Menguji hipotesis dan melaksanakan mekanisme untuk memperoleh solusi dan
e. Menentukan solusi yang sempurna.
D. Fase-Fase Belajar
Fase-fase mencar ilmu ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses berguru, yaitu:
1. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir yaitu pencatatan (dicatat dalam jiwa wacana apa yang sudah diterimanya).
2. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan mampu dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah mencar ilmu akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diharapkan. Fase ini bekerjasama dengan ingatan dan kenangan.
4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diharapkan. Jika kita akan memakai apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini mencakup penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil mencar ilmu.
E. Hasil-Hasil Belajar
Setelah akhir berguru, penampilan yang mampu diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil mencar ilmu yang diberikan Gagne yaitu :
1. Informasi Verbal.
Informasi mulut yaitu kemampuan siswa untuk mempunyai keterampilan mengingat berita lisan, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat mulut.
2. Keterampilan intelektual.
Keterampilan intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa wacana operasi-operasi intelektual yang mampu dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu yaitu terletak pada tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahkan perkara siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinngi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi hukum-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperoleh aturan-aturan ini siswa sudah harus berguru beberapa konsep konkret, dan untuk berguru konsep konket ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
3. Strategi kognitif.
Strategi kognitif merupakan suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi berguru dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa seni manajemen kogniti yaitu taktik menghafal, seni manajemen menghafal, strategi penjelasan terperinci, taktik pengaturan, strategi metakognitif, dan strategi afektif.
4. Sikap-sikap.
Merupakan pembawaan yang dapt dipelajari dan mampu menghipnotis perilaku seseorang terhadap benda, kejadiaan atau makhluk hidup lannya. sekelompok siswa yang penting dialah sikap-sikap terhjadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu menjadi hal yang penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
5. Keterampilan-keterampilan motorik.
Ketarampilan motorik merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggambungan kaegiatan motorik dengan intelektual seabagai hasil belajar seakan-akan membaca, menulis, dan sebagai berikut.
F. Kejadian-kejadian Instruksi
Mengajar mampu kita pandang sebagai usaha mengontrol kondosi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu potongan dari proses belaajar, namun termasuk peran guru dalam mengajar. Menurut Gagne mengajar terdiri dari sejumlah peristiwa-kejadian tertentu yang dikenal dengan ”Nine Instruction events” yang mampu diuraikan sebagai berikut:
1. Memelihara perhatian (Gain attention).
Dengan stimulus eksternal kita berusaha membangkitkan perhatian siswa untuk mencar ilmu.
2. Menjelaskan tujuan pembelajaran (Inform Lerners of Objectives).
Menjelaskan kepada siswa tujuan dan hasil apa yang diharapkan sehabis belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi mulut.
3. Merangsang ingatan siswa (Stimulate recall of prior learning).
Meransang ingatan siswa untuk mengingat kembaali konsep, hukum dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
4. Menyajikan stimulus (Present the content).
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga siswa menjadi lebih siap mendapat pelajaran
5. Memberikan bimbingan (Provide “learning guidance”). Memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses mencar ilmu
6. Memantapkan apa yang telah dipelajari (Elicit performance/practice).
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7. Memberikan umpan balik (Provide feedback).
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada siswa apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8. Menilai hasil berguru(Assess performance).
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui apakah dia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan soal.
9. Mengusahakan transfer (Enhance retention and transfer to the job).
Mengusahakan transfer dengan memberikan acuan-contoh komplemen untuk menggeneralisasikan apa yang telah dipelajari itu sehingga ia mampu memakainya dalam situasi-situasi yang lain.
Berikut ini ialah pola yang menggambarkan pengajaran yang mengacu pada sembilan insiden-kejadian mencar ilmu, mengajarkan segitiga sama sisi.
1. Menujukkan di komputer bentuk bangun datar segitiga yang bervariasi.
2. Memgajukan pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan segitiga sama sisi?
3. Meninjau kembali definisi segitiga
4. Memberikan deenisi segitiga sama sisi
5. Memberikan contoh segitiga sama sisi
6. Meminta siswa untuk menciptakan 5 acuan yang berbeda
7. Memeriksa semua acuan
8. Memberikan nilai dan pengulangan
9. Menujukkan gambar suatu benda dan meminta siswa untuk mengidentifikasi segitiga sama sisi.
Demikian yang dapat aku paparkan mengenai Teori Belajar Gagne. Materi ini aku rangkum dari beberapa sumber.
Terimah Kasih…
0 Komentar Untuk "Teori Belajar Gagne"
Post a Comment