Teori Belajar Jean Piaget
A. Sekilas
tentang Jean Piaget
Jean Piaget yaitu seorang tokoh pendidikan yang
dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada tanggal 9 Agustus 1896. Ayahnya berjulukan
Arthur Piaget sedangkan ibunya bernama Rebecca Jackson. Ayahnya ialah seorang
profesor sastra sedangkan ibunya orangnya cerdas dan energik. Jean Piaget
terkenal dengan teorinya perihal perkembangan psikologis manusia. Selama
penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses aliran
anak dan orang sampaumur. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari
orang akil balig cukup akal. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang akil balig cukup akal,
melainkan berpikir secara berbeda dengan orang cukup umur. Itulah sebabnya mengapa
Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak
sampai menjadi cukup umur.
B. Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan
suatu proses genetika, yaitu proses yang didasarkan atas prosedur biologis,
yaitu perkembangan system syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf
seseorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya akan semakin
meningkat. Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini
dari tahun 1927 hingga 1980. Berbeda dengan para jago-ahli psikologi
sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang
matang dibandingkan dengan orang sampaumur lantaran kalah pengetahuan , tetapi juga
berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap
perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat menghipnotis
kemampuan mencar ilmu individu.
Piaget menyebarkan teori perkembangan kognitif
yang cukup dominan selama beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas
pandangannya perihal bagaimana anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari
belajar adalah kegiatan anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak
berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi
sebagai potongan dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada
diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain
memainkan peranan penting dalam membuatkan pandangannya terhadap alam.
Melalui pertukaran ilham-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya
memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang beliaumatinya akan berubah
pandangannya menjadi obyektif.
Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan
perkembagan syaraf seorang anak, dengan bertambahnya umur maka susunan saraf
seorang akan semakin kompleks dan memungkinkan kemampuannya semakin meningkat.
Karena itu proses mencar ilmu seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan
tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarki, yaitu
melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak mampu
mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal
penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :
1. Struktur, Piaget memandang ada kekerabatan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
2. Isi,
merupakan pola sikap anak yang khas yang tercermin pada respon yang
diberikannya terhadap berbagai perkara atau situasi yang dihadapinya.
3. Fungsi,
Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu
organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk
mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi
sistem-sistem yang teratur dan berafiliasi. Adaptasi, terhadap lingkungan
dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Menurut Pieget, proses berguru sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi.
1. Asimilasi,
adalah proses penyatuan gosip baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa.
2. Akomodasi,
adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
3. Equilibrasi,
adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan fasilitas.
Menurut Piaget, bahwa mencar ilmu akan lebih berhasil apabila diadaptasi dengan tahap perkembangan kognitif akseptor asuh. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak menyampaikan rangsangan kepada penerima didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Tahap perkembangan kognitif berdasarkan Piaget dibagi
menjadi 4 tahap antara lain:
1. Tahap
sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan
dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan-gerakan akibat suatu reaksi
langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera(sensori) dan
tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran-kesadaran adanya
konsepsi yang tetap.
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya
melalui kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini
semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan,
bayi mempunyai pengetahuan object permanence yaitu walaupun objek pada suatu
saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum
usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti
tak ada. Pada tahap ini, bayi mempunyai dunianya berdasarkan pengamatannya atas
dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya.
Contohnya: Diatas ranjang seorang bayi diletakkan
mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan
menarik tali itu. Ia mendengar suara yang manis dan ia bahagia. Maka ia akan
mencoba menarik-narik tali itu supaya muncul bunyi menarik yang sama.
2. Tahap
persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Tahap persiapan operasional ialah suatu proses
berpikir logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor.
Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental. Unsur yang
menonjol dalam tahap ini yaitu mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa
gambaran dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin
maju dan memacu perkembangan aliran anak karena ia sudah dapat menggambarkan
sesuatu dengan bentuk yang lain. Pada tahap ini anak sudah sanggup berpikir
sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat
kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan
sikap egosentris, di mana mereka berpikir subyektif dan tidak sanggup melihat
obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar mendapat pandangan
orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap
preporational ialah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama
memiliki periode, jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya berubah-ubah.
Karena belum berpikir abstrak, maka bawah umur di usia ini lebih mudah berguru
jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada memakai hanya
kata-kata.
Contohnya: anak bermain pasar-pasaran dengan uang
dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa, anak menggandakankan apa saja yang gres
ia dengar. Ia menjiplakkan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibentuk untuk
kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu
pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa
disadari.
3. Tahap
operasi positif (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan
perkembangan system aliran yang didasarkan pada tragedi-peristiwa yang
langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang
konkret, belum bersifat absurd maupun hipotesis. Pada umumnya, pada tahap ini
anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of
conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun massa, jumlah
atau volumenya yaitu tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai
dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan
berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum sanggup
berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya sanggup merampungkan soal-soal
pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan guru dalam
bentuk lisan (kata-kata).
Misalnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya
dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi
konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama.
4. Tahap
operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap balasan dari
perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak sanggup bernalar tanpa
harus berhadapan dengan objek atau tragedinya pribadi. Mereka mampu
mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji
hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu dilema, siswa pada
tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan
dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan
kemampuan berpikir analistis dan logis.
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak kurun remaja, ialah usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi kasus keterbatasan fatwa. Dalam perkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
a.
kapasitas memakai hipotesis
b.
kapasitas memakai prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas denah kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang cukup umur. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara kognitif mampu dianggap telah mulai dewasa. Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu struktur (merupakan organisasi mental tingkat tinggi), isi (pola perilaku yang khas tercermin pada respon), fungsi (untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual). Lima faktor yang menghipnotis transisi tingkat perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan, pengalaman, fisik, pengalaman logika matematis, transmisi sosial, proses keseimbangan. Berikut adalah Tingkat perkembangan intelektual.
Menurut Piaget paling sedikit ada empat faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu:
1.
Perkembangan organik dan kematangan system saraf.
Unsur biologis cukup terang mempunyai imbas dalam
perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang juga mempunyai
pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada ketika anak belum dapat
berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam berkontak dengan
alamsekitar. Sehingga pemikirannya dan skema yang ia miliki belum banyak
berkembang.
2. Peran
latihan dan pengalaman
Latihan berpikir, merumuskan kasus dan
memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk
mengembangkan pedoman atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai
dapat berpikir deduktif dan abstrak perlu menyebarkan diri dengan pengalaman-pengalaman
dalam menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu:
a.
Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau agresi seseorang terhadap
objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat – sifatnya.contohnya: pengalaman
melihat dan mengamati anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing
yang pada tahap selanjutnya membantu ajaran orang itu tentang anjing.
b.
Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk
mempelajari akibat tindakan – tindakan terhadap objek itu. Contohnya:
pengalaman menjumlahkan atau mengurangkan benda akan membantu pedoman anak
akan operasi benda itu.
3.
Interaksi sosial dan transmisi.
Dengan interaksi ini, seorang anak dapat
membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan aliran
dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan
pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi,
pengetahuan itu tiba dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun
masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu
sangat penting dalam pengembangan anutan seseorang, tindakan interaksi
sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri.
Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri
tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.
4.
Ekuilibrasi (kesetimbangan).
Ekuilibrasi ialah kemampuan untuk mencapai kembali
kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan
akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar
seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan aliran dan
pengetahuannya.
Menurut Piaget (Hudojo, 1979:82), struktur kognitif
terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah menyaring
atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam sketsa.
Misalnya seorang anak mempunyai konsap mengenai
“lembu”. Dalam aliran anak itu, ada denah “lembu”. Mungkin denah anak itu
menyatakan bahwa lembu itu hewan yang berkaki empat. Berwarna putih dan
makan rumput.
Dimana pengertian Skema yaitu struktur mental
seseorang dimana ia secara intelektual menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut
pertama kali melihat lembu tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki
empat, dan makan rumput. Suatu saat, anak itu bertemu dengan dengan
bermacam-macam lembu yang lain, yang warnanya lain, dan tidak sedang makan
rumput, tetapi sedang menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang lain
tersebut, anak memperkembangkan skema awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu
binatang berkaki empat, ada berwarna putih atau kelabu, makanannya rumput dan
dapat menarik gerobak. Jelas bahwa bagan lembu anak itu menjadi bertambah
lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap digunakan, tetapi juga dikembangakan dan
dilengkapi.
Akomodasi yaitu proses menstrukturkan kembali
pengalaman –pengalaman gres dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada
atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar gres.
Contohnya: seorang siswa telah memahami bahwa
himpunan bilangan itu tetap saja sama, walaupun urutannya diubah. Kemudian
siswa tersebut mengalami pengalaman gres tentang adanya bilangan kardinal dan
ordinal, bundar dan pecahan. Walaupun ada tambah pengetahuan baru, struktur
kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak berubah, artinya bahwa
sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya diubah.
C. Penerapan
Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
Penerapan dari empat tahap perkembangan intelektual
anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai berikut:
1. Tahap
Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk berbagi kemampuan matematika anak di
tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan bila dia cukup diperbolehkan
untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor
memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya:
Orang tua mampu membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan
permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang beliau miliki dan mengingat
apabila ada benda yang ia punya hilang.
2. Tahap
persiapan operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan
operasional dalam dua bagian:
a. Umur
2 – 4 tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai mampu
menggunakan symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak
tampak dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 tanda-tanda berikut:
1) Imitasi tidak langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51),
Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang
sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat menciptakan imitasi yang
tidak langsung dari bendanya sendiri.
Contohnya:
Bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
2)
Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa
seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak
merasa bahagia dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget,
permainan tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah,
suasana hati, ketakutan dan lain – lain
3)
Menggambar
Menggambar pada tahap pra operasional merupakan
jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan
simbolisnya terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang
menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada perjuangan anak untuk mulai
meniru sesuatu yang real.
4)
Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran
suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai
kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi
yang ia amati.
b. Umur
4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, ajaran anak semakin
berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih
mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau
penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan
4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah
yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng
merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih
banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti
pertanyaan yang iajukan, sedangkan B sanggup menghimpun kelereng merah dan putih
menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit
untuk menggabungkan anutan keseluruhan dengan pedoman potongannya. Contoh
lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg
kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir
terlebih dahulu.
3. Tahap
operasi positif (7 – 11 tahun)
Tahap operasi nyata dicirikan dengan perkembangan
system pemikiran yang didasarkan pada hukum – hukum tertentu yang logis.
Tahap operasi positif ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa-
apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk
menyelesaikan duduk perkara yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila
suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, mampu juga
dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam
matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan
(<), dan persamaan (=).
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep
penjumlahanyang sterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru menyampaikan
soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung
tidak mampu menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam
suatu keseluruhan yang masih kurang jelas.
Contohnya dalam menyelesaikan masalah berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta
(S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada rambut Lily
(L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4. Tahap
operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir absurd
bila dihadapkan kepada suatu perkara dan ia mampu mengisolasi untuk sampai
kepada penyelesaian kasus tersebut. Pikirannya sudah mampu melampaui waktu
dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah ialami.
Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang
berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu
ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari –
jari 21 cm.
Untuk merampungkan dilema tersebut, maka guru
sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun
ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas)
= ⅓ × л × r² × t²
= ⅓ × 3,14 × 7²
cm² × 3 cm
= 154 cm³
0 Komentar Untuk "Teori Belajar Jean Piaget"
Post a Comment