Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I
Judul teladan Makalah:
Contoh Makalah ihwal Diabetes Mellitus Tipe I
Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I. Download File Format .doc atau .docx Microsoft Word. Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I ini praktis-mudahan sanggup menjawab pencarian anda terkait dengan makalah diabetes melitus 2018, makalah diabetes melitus doc, askep makalah diabetes melitus, makalah diabetes melitus lengkap pdf, makalah ihwal diabetes melitus yang meliputi penyebab tanda-tanda dan penanggulangannya, makalah diabetes melitus tipe 2, makalah diabetes melitus tipe 1, artikel lengkap perihal diabetes melitus dan lain-lain.
Berikut ini kutipan teks dari isi Contoh Makalah ihwal Diabetes Mellitus Tipe I:
Definisi
Diabetes mellitus yaitu gangguan metabolisme yang dapat disebabkan aneka macam macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akhir gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh lantaran berkurangnya sekresi insulin akhir kerusakan sel β-pankreas yang didasari proses autoimun.
Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti “sypon” menerangkan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti madu.
Etiologi
Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas lantaran paparan distributor infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan kuliner (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).
Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori yang paling terakhir yaitu "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa waktu yang usang dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada belum dewasa, yang akan menimbulkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan kiprah integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.
2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"
Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita menjaga belum dewasa kita terlalu higienis, mampu mengakibatkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada belum remaja, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seolah-olah alergi. Penelitian yang berkelanjutan memperlihatkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan badan mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren memperlihatkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan tiba melalui penggunaan imunostimulasi, yaitu memaparkankan belum remaja kepada kuman dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak menyebabkan dampak samping imunosupresi.
3. Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan pertama pada bayi sanggup mengakibatkan kekacauan pada sistem kekebalan badan dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan sumbangan ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, tragedi diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001).
4. Hipotesis POP
Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan memperlihatkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang berada di kawasan kode ZIP yang mengandung limbah beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, & Carpenter, 2007).
5. Hipotesis Akselerator
Sebuah teori yang memperlihatkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan potongan sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu. Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi belum remaja pada abad terakhir ini telah "dipercepat", sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1 dengan mengakibatkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata diterima oleh profesional diabetes (O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).
Patogenesis
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berafiliasi dengan kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya penyakit klinis merupakan tahap balasan dari kerusakan sel beta yang mengarah ke tipe 1 DM. berbagai lokus gen telah dipelajari untuk memilih relasi mereka dengan DM tipe 1. Pada awalnya diduga bahwa antigen B8 dan B15 HLA kelas I sebagai penyebab diabetes lantaran meningkat pada frekuensi di penderita diabetes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, gres-baru fokus telah bergeser ke lokus HLA-DR kelas II dan ditemukan bahwa DR3 dan DR4 lebih menonjol daripada HLA-B pada DM tipe 1. karenanya lokus alel HLA DQ telah terlibat dalam kerentanan penyakit, melalui analisis Pembatasan fragmen panjang polimorfisme (RFLP) dan disekuensi pribadi, dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) untuk memperkuat urutan DNA spesifik, telah meningkatkan pemahaman kami wacana kompleks HLA dan keterlibatan alel HLA dalam kerentanan penyakit. Bukti diajukan memperlihatkan bahwa kemampuan untuk mengatakan kerentanan atau resistensi terhadap DM tipe 1 berada dalam residu asam amino tunggal dari rantai b-HLA-DQ. Penggunaan lokus spesifik oligonukleotida untuk mengusut derivat dari rantai b-HLA urutan DQ telah membantu untuk memperjelas korelasi antara subtipe DR4 dan jenis DM tipe 1 terkait DQ alel. Ditemukan bahwa hanya mereka positif DR4 haplotipe yang membawa alel DQW8 pada lokus HLA DQ yang terkait dengan DM tipe 1. Perbandingan urutan rantai-b-DQ dari DM tipe 1 dan kontrol memperlihatkan bahwa haplotype yang kasatmata dengan penyakit ini berbeda dengan yang secara negatif berhubungan dengan asam amino dari posisi 57 dalam domain pertama rantai b-HLA-DQ. Pada haplotype yang konkret memiliki alanin, valin atau serin pada posisi 57,sedangkan haplotype negatif mempunyai asam aspartat ditemukan pada posisi 57, tapi beberapa pengamatan tidak mendukung hipotesis "posisi 57". Yang terpenting ialah ditemukan DQW4 dan DQW9 spesifik yang memiliki asam aspartat pada posisi 57, di Jepang pasien DM tipe 1 sangat bekerjasama dengan DQW4 dan DQW9, ini memperlihatkan bahwa mekanisme lain harus terlibat untuk menjelaskan kerentanan terhadap DM tipe 1 di beberapa kelompok. korelasi yang diamati antara DM tipe 1 dan HLA telah ditafsirkan sebagai konsekuensi dari keterlibatan fungsional molekul HLA kelas II pada DM tipe 1. Keterlibatan rantai b-DQ itu sendiri atau sebuah heterodimer DQ a/b sanggup memperlihatkan bahwa fungsi presentasi antigen molekul kelas II yaitu relevan untuk kerentanan DM tipe 1.
Setelah pendekatan "seleksi epitop" untuk menjelaskan fenomena autoimun Nepons telah menyarankan model dimana alel HLA kelas II mensugesti kerentanan IDDM sebagai berikut: a). susunan dimer kelas II yang dikode oleh beberapa kompleks HLA setiap individu, bervariasi afinitasnya untuk peptida tertentu yang sanggup menimbulkan autoimun ke sel beta; b). hanya dimer kelas II tertentu, produk dari gen rentan yang benar-benar mempromosikan autoimunitas untuk sel beta sehabis mengikat peptida, c). individu rentan jikalau produk dari gen kerentanan mengikat peptida lebih kuat dari produk-produk gen tidak rentan yang ada dalam individu tersebut. Dengan demikian, dalam model ini produk-produk dari alel HLA tertentu yang berkaitan dengan DM tipe 1 lantaran mereka mengikat dan menyajikan peptida khusus untuk merangsang respon imun terhadap sel beta pankreas.
Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM mencakup antigen 64kD, asam glutamat dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel islet. Antibodi sel islet (ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada serpihan pankreas insan dan endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak sel islet. Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel beta tertentu di dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk bereaksi dengan semua sel islet. Antigen sasaran dari Antibodi 64kDa diidentifikasi sebagai GAD enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta memproduksi antibodi IgG yang terikat ke antigen sitoplasma sel islet yang ditemukan. Anehnya semua monoklonal antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali GAD sasaran autoantigen. Dengan demikian, GAD mungkin sasaran antigen utama pada DM tipe 1, makanya antibodi untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk perkembangan diabetes, walaupun antibodi GAD ada dalam individu yang rentan secara genetik tetapi yang mustahil untuk mengembangkan disease. Antibodi juga bereaksi dengan insulin sanggup juga dideteksi dalam klinis pada periode prediabetik yang laten, tetapi autoantibodi insulin mempunyai sensitivitas lebih rendah sebagai penanda untuk perkembanagn diabetes dibandingkan antibodi GAD atau ICA. kontribusi dari autoantigens disebutkan di atas untuk induksi dan atau kelangsungan penyakit masih harus diklarifikasi. terang, bahwa identifikasi dari autoantigens dalam DM tipe 1 yaitu penting baik untuk tujuan diagnostik dan untuk potensi intervensi terapi imun dalam proses penyakit.
Berikut ini dijelaskan mekanisme penurunan pengaturan yang telah dianalisis dalam model binatang DM tipe 1, melalui tiga model binatang untuk tipe DM 1, yaitu tikus BB, tikus NOD dan tikus MLD STZ dengan diabetes yang diinduksi, telah meningkatkan kemampuan kita untuk memahami proses yang mengakibatkan kerusakan sel beta. Namun, lantaran semua kesimpulan yang diambil dari model binatang didasarkan pada asumsi analogi dengan penyakit manusia, maka analogi perlu divalidasi lebih teliti. Aktivasi antigen islet kepada sel T CD4+ spesifik menerangkan prasyarat mutlak bagi perkembangan diabetes di semua model binatang DM tipe 1. Sel T CD4+ spesifik untuk islet yang berasal dari tikus NOD diabetes, dikala disuntikkan ke tikus prediabetes atau nondiabetes, menginduksi insulitis dan diabetes. Dilaporkan juga bahwa sel T CD4+ cukup untuk menyebabkan insulitis sedangkan sel T CD8+ berkontribusi pada kerusakan yang lebih parah. Temuan ini bersama dengan bukti bahwa insulitis di pencangkokan kronis dibandingkan penyakit pada host sanggup terjadi dengan tidak adanya sel T CD8+ memperlihatkan bahwa sel T CD4+ mungkin hanya sel imunokompeten yang diperlukan dalam proses penyakit. Namun, tampaknya hanya satu subset sel T CD4+ yang bertanggung jawab untuk induksi penyakit. Penurunan regulasi respon autoimun diabetogenik oleh sel limpa berasal dari binatang yang dirawat dengan adjuvan juga mampu dijelaskan oleh subset sel T CD4+ saling menghipnotis. Hasil awal oleh kelompok Lafferty (akan diterbitkan) memperlihatkan bahwa perlakuan awal dengan ajuvan tidak menghalangi respon autoimun, melainkan sanggup menyimpang respon dari profil sitokin Th-1 ke Th-2. Bahkan, tingkat tinggi sitokin tipe Th-1 yaitu IL-2 dan interferon gamma ditemukan berkorelasi atau dan untuk meningkatkan induksi diabetes autoimun model eksperimental. Sel Th-1 menghasilkan produk yaitu IFN-gamma yang akan mengaktifkan makrofag. Pada penelitian dengan model binatang DM tipe 1 menggunakan mikroskopis elektron untuk mengamati pankreas memperlihatkan bahwa makrofag yaitu sel pertama yang menyerang islets.
Dalam penelitian in vitro dan studi pada perfusi pankreas memperlihatkan bahwa Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF-α), dua sitokin terutama diproduksi oleh makrofag, mengakibatkan perubahan struktural sel beta pankreas dan menekan kapasitas sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Namun, tampaknya bahwa IL-1 dan TNF tidak berkontribusi dengan kegiatan sitotoksik makrofag. Interferon gamma merupakan aktivator kuat untuk makrofag dalam mensintesis nitrat oksida. Pada dikala ini, ada bukti yang memperlihatkan bahwa aktivitas sintesis Nitrat oksida terlibat dalam perkembangan diabetes DM tipe 1, dimana data ini memperlihatkan untuk pertama kalinya, bahwa nitrat oksida sanggup menjadi faktor patogen dalam autoimunitas dan disarankan kemungkinan adanya kelas baru pada distributor immunofarmakologi, dimana sanggup memodulasi sekresi nitrat oksida untuk sanggup diuji dalam pencegahan perkembangan DM tipe 1.
Meskipun bukti yang kuat untuk korelasi dengan faktor genetik, tingkat kesesuaian untuk DM tipe 1 ialah mengherankan rendah pada anak kembar identik. Kesesuaiannya kurang dari 100% pada kembar identik untuk DM tipe I telah menyampaikan bantuan ke sebuah penelusuran faktor lingkungan yang terkait dengan penyakit. Satu-satunya yang jelas bahwa faktor lingkungan meningkatkan risiko untuk perkembangan diabetes tipe 1 ialah benjol rubella congenital, dimana sampai 20% dari belum akil balig cukup akal tersebut di lalu hari mengembangkan diabetes. Pengamatan ini menandakan bahwa selain temuan bahwa urutan asam amino dari rantai DQ-b juga ditemukan di protein envelope virus rubella yang akan mendukung mimikri antigen virus sebagai faktor etiologi dalam DM tipe I. kiprah faktor lingkungan juga disarankan oleh analisis respon imun terhadap protein susu sapi, dimana hampir semua pasien DM tipe 1 mempunyai antibodi ke peptida serum albumin sapi dan memperlihatkan respon sel T untuk peptida serum albumin sapi yang sama dengan protein yang ada di permukaan sel beta di pankreas, dibandingkan dengan hanya sekitar 2% dari kontrol.
Pada dikala terjadi kekurangan insulin balasan kerusakan dari sel beta di pankreas, maka hiperglikemia berkembang sebagai hasil dari tiga proses: (1) peningkatan glukoneogenesis (pembuatan glukosa dari asam amino dan gliserol), (2) glikogenolisis dipercepat (pemecahan glukosa disimpan) dan (3) pemanfaatan glukosa oleh perifer jaringan.
Preview teladan Makalah:
Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I
Download acuan Makalah:
[ Format File .doc / .docx Microsoft Word ]
Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I.docx
Demikian share file Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I, biar sanggup membantu dan bermanfaat.
0 Komentar Untuk "Contoh Makalah wacana Diabetes Mellitus Tipe I"
Post a Comment