Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia
Judul teladan Makalah:
Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia
Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia. Download File Format .doc atau .docx Microsoft Word. Berikut ini kutipan teks dari isi pola Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia.
Latar Belakang
Dilihat dari latar belakang historisnya, konsep kesetaraan gender berdasarkan Rowbotham pundak-membahu lahir dari pemberontakan kaum perempuan di negara-negara barat akibat penindasan yang dialami mereka selama berabad-abad usangnya. semenjak zaman Yunani, Romawi, kala Pertengahan (the Middle Ages), dan bahkan pada “abad pencerahan” sekali pun, barat menganggap wanita sebagai makhluk inferior, insan yang cacat, dan sumber dari segala kejahatan atau dosa.
Hal ini pun kemudian memunculkan gerakan wanita barat menuntut hak dan kesetaraan perempuan dalam bidang ekonomi dan politik yang pada hasilnya dikenal dengan sebutan feminis. Kelahiran “feminisme” dibagi menjadi tiga gelombang, yaitu feminisme gelombang pertama yang dimulai dari publikasi Mary Wollstonecraft berjudul “Vindication of the Rights of Women” pada tahun 1972, yang menganggap kerusakan psikologis dan ekonomi yang dialami perempuan disebabkan oleh ketergantungan ekonomi pada pria dan peminggiran perempuan dari ruang publik.
Setelah itu, muncul feminisme gelombang kedua dengan doktrinnya yang memandang perbedaan gender sengaja diciptakan untuk memperkuat penindasan terhadap wanita. Pada gelombang kedua inilah dimulai gugatan perempuan terhadap institusi ijab kabul, keibuan (motherhood), korelasi lawan jenis (heterosexual relationship) dan secara radikal mereka berusaha mengubah setiap aspek dari kehidupan pribadi dan politik. Terakhir adalah feminisme gelombang ketiga yang lebih menekankan kepada keragaman (diversity), sebagai teladan ketertindasan kaum perempuan heteroseksual yang dianggap berbeda dengan ketertindasan yang dialami kaum lesbi dan sebagainya.
Indonesia pun memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan kesetaraan gender. sejak era Kartini, kaum perempuan di Indonesia mulai menyadari arti pentingnya kesetaraan gender dalam memperoleh hak-hak publik seolah-olah yang diperoleh kaum lelaki. pada dasarnya, jaminan persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan khususnya di bidang pemerintahan dan aturan telah ada semenjak UUD 1945 dibentuk adalah dalam pasal 27 ayat 1.
Namun pada kenyataannya, masih banyak aktivitas-program pembangunan yang biayanya dari anggaran keuangan pemerintah Indonesia sendiri atau dari dana kontribusi maupun santunan luar negeri, yang hasil maupun dampak positifnya lebih memihak laki-laki, ketimbang perempuan. Selain itu, alokasi dana dan sumber-sumber untuk sektor-sektor yang erat dengan perempuan dan menyentuh pada kehidupan privat di pelosok-pelosok Indonesia sangatlah minim. Dikeluarkannya aba-aba Presiden nomor 9 Tahun 2000 ihwal Pengarusutamaan Gender merupakan indikator bahwa info gender yang terus bergulir belum mendapat perhatian khusus dalam aneka macam bidang pembangunan, termasuk pembangunan politik yang berwawasan gender.
Bahkan partisipasi perempuan dalam kehidupan politik di Indonesia memperlihatkan representasi yang rendah dalam semua tingkat pengambilan keputusan, baik di tingkat direktur, yudikatif, maupun birokrasi, partai politik, bahkan kehidupan politik lainnya. Oleh lantaran itu pada makalah ini, penulis mencoba untuk membahas pendahuluan yang berisikan latar belakang dan pernyataan argumen. Selanjutnya, penulis juga akan menguraikan beberapa gagasan-gagasan serta bukti-bukti yang mendukung argumen tersebut pada penggalan berikutnya, yaitu potongan pembahasan. Dan di serpihan terakhir makalah ini, penulis akan mencoba untuk menyampaikan ringkasan kesimpulan dan juga saran.
Rumusan perkara
- Bagaimana permasalahan kesetaraan gender di Indonesia?
- Bagaimana arti pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan politik di Indonesia?
- Bagaimana upaya memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik di Indonesia?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini yaitu
- Mengetahui permasalahan kesetaraan gender di Indonesia
- Mengetahui arti pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan politik di Indonesia.
- Mengetahui upaya memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik di Indonesia.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu
- Untuk mengetahui bagaimana permasalahan kesetaraan gender di Indonesia.
- Untuk mengetahui bagaimana arti pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan politik di Indonesia.
- Untuk mengetahui bagaimana upaya memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik di Indonesia.
Permasalahan Kesetaraan Gender di Indonesia
Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda. Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagai santunan tuhan. Gender lebih ditekankan pada perbedaan kiprahan dan fungsi yang ada dan dibuat oleh masyarakat. Dalam realitas kehidupan telah terjadi perbedaan kiprah sosial laki-laki dan perempuan yang melahirkan perbedaan status sosial di masyarakat, dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan melalui konstruksi sosial.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, yang kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dibuat melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos. Perbedaan jenis kelamin sering dipergunakan masyarakat untuk membentuk pembagian kiprah (kerja) laki-laki dan perempuan atas dasar perbedaan tersebut. tanggapannya terjadilah pembagian kiprah gender yaitu kiprah domestik dan kiprah publik. kiprah domestik cenderung tidak menghasilkan uang, kekuasaan, dan pengaruh. kiprah ini lebih banyak diserahkan kepada kaum perempuan, sedangkan kiprah publik yang menghasilkan uang, kekuasaan dan dampak diserahkan kepada kaum pria.
Akibat pembagian kerja yang tidak seimbang melahirkan ketimpangan kiprah laki-laki dan perempuan yang berakibat ketidakadilan gender yang merugikan perempuan. Di Indonesia, ketimpangan gender terlihat dari segala aspek antara lain dalam lingkungan keluarga, kependudukan, pendidikan, ekonomi, pekerjaan, dan dalam pemerintahan. Perbedaan kiprah antara laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang ini juga sangat dipengaruhi oleh budaya dan kultural masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak etnis dan suku. Setiap masyarakat suku di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dalam memaknai kiprah gender di Indonesia.
Di Indonesia, berita kesetaraan gender akibat-akhir ini menjadi berita yang tidak ada habisnya dan masih terus diperjuangkan baik di tingkat direktur maupun legislatif. Permasalahan perihal kesetaraan gender ini meliputi substantif pemahaman wacana kebijakan perspektif gender itu sendiri. Peningkatan kesadaran dan pemahaman itu, harus dibarengi dengan adanya keterwakilan perempuan-perempuan dalam lembaga-lembaga negara, terutama lembaga pembuat kebijakan. Mengingat perempuan masih saja mengalami ketimpangan di bidang pendidikan, sosial, politik, dan ekonomi hanya lantaran perkembangan pengetahuan masyarakat Indonesia ihwal gender itu sendiri masih sangat lambat. Meskipun wanita ditempatkan pada kiprah domestik di lingkungan keluarga, namun posisi perempuan Indonesia di lingkungan keluarga selalu dinomor-duakan. lantaran berperan sebagai pencari nafkah, posisi kepala rumah tangga pada umumnya akan diserahkan kepada laki-laki/suami, kecuali jikalau perempuan tersebut yaitu seorang janda atau tidak ada laki-laki dalam suatu keluarga.
Selama ini, pemahaman masyarakat Indonesia merekonstruksi bahwa secara kodrat, perempuan lemah dan pria kuat, sehingga untuk menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga tetap diserahkan kepada pria. Hal ini memperlihatkan dominasi pria pada kiprah domestik. Keadaan tersebut mengakibatkan posisi perempuan sarat dengan pekerjaan yang majemuk, dalam waktu yang tidak terbatas, seolah-olah memasak, mengurus rumah, mengurus anak, dan sebagainya. Pekerjaan domestik tersebut dilakukan pundak-membahu dengan fungsi reproduksi. Penempatan perempuan pada kiprah domestik sepenuhnya mengakibatkan potensi perempuan untuk melakukan hal produktif menjadi berkurang.
Memang, sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah secara resmi telah menganut dan tetapkan kesepakatan atas persamaan antara perempuan dan laki-laki sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Dasar 45 Pasal 27. Namun demikian, dalam perkembangannya, beberapa UU yang selama ini berlaku di Indonesia, disadari memiliki arti yang masih diskriminatif terhadap wanita. seolah-olah dalam UU mengenai sistem pengupahan tenaga kerja perempuan, tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan-perempuan dianggap lajang sehingga suami dan belum tuhansa tidak mendapat tunjangan sebagaimana yang diterima pekerja laki-laki.
Ketentuan ini termuat dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 Tahun 1990 wacana Upah, PP No. 37 Tahun 1967 ihwal Sistem Pengupahan di lingkungan perusahaan negara, Peraturan Menteri Pertambangan No.2/P/M/1971, Peraturan Menteri Pertanian No.K440/01/2/1984 dan No.01/GKKU/3/1978 dan SE Menaker No.4/1988 wacana tunjangan kesehatan, serta pasal 8 UU No.7/1983, pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan No. 947/KMK/04/1983 dan Pasal 8 UU No. 10/1994 ihwal mekanisme memperoleh NPWP. Selain itu, berdasarkan data Komnas perempuan tahun 2012, telah teridentifikasi ada sekitar 282 Peraturan Daerah yang diduga bias gender. Sejumlah peraturan perundangan tersebut tidak sanggup mengakomodir kesetaraan gender yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Padahal, kesetaraan gender dimaknai sebagai kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia dalam berperan dan berpartisipasi dan mendapat manfaat pembangunan di segala bidang kehidupan.
Kesetaraan Gender di Dunia Perpolitikan Indonesia
Politik pada hakekatnya yaitu upaya untuk merebut kiprah kekuasaan, termasuk terusan dan kontrol dalam pengambilan keputusan. hingga saat ini, kondisi perpolitikan yang ada di Indonesia masih sangatlah didominasi oleh laki-laki, baik di tingkat yang paling sederhana yaitu keluarga, tingkat masyarakat sampai tingkat politik formal. Gender menjadi warta yang banyak dibicarakan seirama dengan perkembangan kanal perpolitikan bagi perempuan. Melalui kanal perpolitikan, maka kesadaran untuk membincang korelasi gender di dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin mengedepan. Kesetaraan gender sebagaimana yang diketahui yaitu produk impor dari negeri barat wacana adanya tuntutan untuk keseimbangan kiprah di dalam korelasi gender tersebut. Pembicaraan gender di Indonesia banyak dilakukan di tahun 1980-an.
Melalui aktivitas dari Non Governmental Organization (NGO) lokal yang bekerja sama dengan NGO internasional, maka banyak penyadaran ihwal kekerabatan gender yang dilakukan di Indonesia. Banyak perbincangan dan pelatihan dengan tujuan untuk menyadarkan wacana hubungan gender. Jadi, yang dilakukan yaitu melaksanakan pelatihan ihwal urgensi gender mainstreaming pada masyarakat negara sedang berkembang. Di dunia internasional, banyak NGO yang bergerak di dunia ketiga, polanya NGO dari Belanda, Jerman, Inggris, dan juga Australia. Banyak kegiatan yang diusung, acuannya ihwal kesetaraan pendidikan, sosial, dan politik yang disinergikan dengan NGO lokal Indonesia yang juga bergerak di bidang ini.
Oleh lantarannya, gerakan gender kemudian menjadi arus utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Di dunia politik, memang dominasi lelaki masih nampak. polanya bila kita secara kuantitatif berhitung, berapa banyak wanita yang memasuki tempat pimpinan di perpolitikan Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan ini yang memang masih menjadi ganjalan di dalam kerangka untuk kesetaraan gender. Namun demikian, di tanggapan-akhir ini, terusan perempuan di dalam politik memang sudah mulai tampak dengan semakin banyaknya keterlibatan perempuan di dalam politik mudah. kini semakin banyak wanita di dunia legislatif, birokrasi, dan juga jabatan-jabatan politik lain. Ada beberapa bupati wanita yang terdapat di Indonesia, demikian pula gubernur. Bahkan ada bupati perempuan yang sanggup menjabat dua kali periode, demikian pula gubernur. Tidak terhitung yang berlama-lama di parpol dan kemudian berlanjut di lembaga legislatif.
Semakin terbuka susukan keterbukaan politik, maka tentu akan semakin banyak perempuan yang akan sanggup berkompetisi dengan kaum lelaki di dalam pentas publik. Oleh lantaran itulah donasi kuota kepada perempuan di dalam representasi politik tentulah tidak penting. Meskipun begitu, ketika ini hak-hak politik bagi perempuan sudah banyak diakui, namun adanya hak-hak tersebut tidak menjamin adanya sistem politik yang demokratis di mana asas partisipasi, representasi, dan akuntabilitas diberi makna sebetulnya.
Adanya keterwakilan perempuan di dalamnya, dan aneka macam kebijakan yang muncul yang memiliki sensitivitas gender tidak serta merta terwujud meskipun hak politik wanita sudah diakui. wanita sebagai warga negara seharusnya sanggup berpartisipasi secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dalam proses demokrasi ini. Selama ini di Indonesia, kita mendapati bahwa sebagian besar wanita bahkan belum sanggup menciptakan pilihan politiknya secara mampu berdiri diatas kaki sendiri. Pilihan politik perempuan banyak dipengaruhi atau bahkan ditentukan oleh suami, atasan, teman, atau keluarga. Bukti-bukti empiris sudah memperlihatkan bahwa kesetaraan gender sudah bukan masalah di negeri ini. Hanya saja yang memang perlu diperjuangkan ialah bagaimana supaya perempuan semakin berdaya di dalam pengembangan SDM terutama melalui pendidikan, sehingga ke depan peluang untuk memasuki dunia politik akan semakin nyata.
Pentingnya Kesetaraan Gender dalam Kehidupan Politik
Pendidikan politik yaitu suatu aktivitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada setiap individu maupun kelompok. Proses pendidikan politik dilakukan supaya masyarakat luas dapat menjadi Warga Negara Indonesia yang sadar dan menjunjung tinggi akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan bernegara, serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Hal ini ditekankan lantaran pada realitasnya, masih dirasakan adanya kesenjangan antara kiprahan yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan perempuan pada banyak sekali kiprah, utamanya pada kiprah-peran publik. Oleh lantaran itu, peningkatan kiprah perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender sebagai potongan integral dari pembangunan nasional, mempunyai arti yang penting dalam upaya untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita supaya sanggup terwujud kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai kegiatan khususnya bidang politik. wanita mempunyai makna yang sangat penting untuk mengatakan pemahaman dan menyatukan persepsi wacana pentingnya pembangunan demokrasi yang sehat, adil dan realistis.
Oleh lantaran itu, pengembangan pendidikan politik perempuan, perlu ditingkatkan baik dari segi organisasional maupun pemantapan pilar-pilar demokrasi melalui lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang aspiratif dan pro terhadap kepentingan perempuan. Kondisi semacam ini perlu mendapat perhatian khusus, untuk itulah salah satu hal yang perlu ditangani yaitu perkara pendidikan politik bagi kaum perempuan, sehingga dengan tumbuh berkembangnya kesadaran politik dikalangan perempuan, mereka dibutuhkan sanggup memanfaatkan kesempatan dan peluang yang ada sesuai potensi yang dimiliki dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kebijakan khusus afirmasi (Affirmative Action) harus segera diubah dengan srategi Pengurus Utamaan Gender (PUG) di semua bidang kehidupan, khususnya di semua lini dan strata untuk mempercepat persamaan terusan, partisipasi, kontrol, serta manfaat yang sama antara perempuan dan laki-laki. menurut Inpres Nomor 9 tahun 2000, direktur hanya mengikat untuk melaksanakan PUG. Oleh lantaran itu, perlu ditingkatkan jumlah kebijakan pelaksanaan PUG yang akan mengikat seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, penyelenggara pemilu, dan partai politik sebagai pilar demokrasi untuk mendorong pemenuhan Hak Asasi insan (HAM) perempuan di bidang politik melalui peningkatan keterwakilan wanita dalam pengambil kebijakan. Gerakan perempuan dan pemerhati perkara wanita, melaksanakan upaya yang sangat keras memperjuangkan masuknya kuota sebesar 30% keterwakilan wanita sebagai jumlah minimal dalam paket UU politik dari hulu ke hilir.
Menteri Pemberdayaan perempuan dan perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, mengatakan bahwa imbastivitas UU parpol dan UU pemilu terkait keterwakilan perempuan sanggup dilihat dari hasil pemilu 2009 dimana keterwakilan wanita sudah meningkat dibandingkan pemilu 2004. Jumlah ini masih jauh ketimbang dari hasil keseimbangan wangsital minimal 30%. Oleh lantarannya, harus dilakukan pengawalan sejak tataran perumusan kebijakan, proses dan implementasinya, serta penilaian dampaknya guna perbaikan kedepan pada pemilu 2014, sampai kesetaraan dan keadilan partisipasi wanita dalam politik yang terjadi, tidak dibutuhkan lagi. Sementara itu, perempuan yang dilibatkan di dunia politik seharusnya mampu mengetahui manfaat yang baik untuk dirinya maupun di partai politik, namun pada faktanya, wanita kini cenderung Mudah dipengaruhi untuk mendapat money politics. Hal tersebut diakibatkan kurangnya pendidikan dasar dalam berpolitik yang belum sanggup dipahami secara penuh dikala berkiprah di dunia politik.
Dalam proses demokratisasi, masalah partisipasi politik perempuan yang lebih besar, reperesentasi dan duduk perkara akuntabilitas menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia. Demokrasi yang bermakna yaitu demokrasi yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan dominan penduduk Indonesia yang terdiri dari perempuan. wangsit bahwa politik bukan wilayah bagi perempuan yaitu wangsit yang selalu didengungkan selama berabad-abad, dan ternyata memang sangat imbastif untuk membatasi wanita untuk tidak memasuki wilayah ini. Terminologi publik dan privat yang erat kaitannya dengan konsep gender, kiprah gender, dan stereotype, telah membuat ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara perempuan dan laki-laki.
Akibat yang paling terperinci dari situasi politik seolah-olah itu yaitu marjinalisasi dan pengucilan perempuan dari kehidupan politik formal. Ini artinya, keberadaan perempuan dalam kehidupan politik formal di banyak kawasan memperlihatkan ilustrasi yang tidak menggembirakan. Akar dari semua problem tersebut ialah budaya patriarki yang menghambat semua ruang gerak perempuan di semua bidang, termasuk bidang politik. Demokrasi berkaitan erat dengan politik. Konsep demokrasi berasal dari istilah politik yang berarti pemerintahan oleh rakyat. Di dalamnya terkandung makna “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam terminologi politik yang bias gender, untuk waktu yang usang, pengertian partisipasi “ dari rakyat, oleh rakyat, dan umtuk rakyat” hanya diartikan secara terbatas hanya untuk beberapa kalangan tertentu dalam masyarakat, dan tentu saja tidak termasuk perempuan di dalamnya. Keterwakilan perempuan adalah untuk menyuarakan kepentingan wanita.
Pada titik ini, yang banyak diabaikan oleh banyak kalangan, bahkan oleh kalangan wanita sendiri, yaitu bahwa kepentingan-kepentingan perempuan memang lebih baik disuarakan oleh wanita sendiri lantaran mereka pundak-membahu paling mengerti kebutuhan wanita. Dalam kerangka demokrasi yang representative, pandangan dari kelompok yang berbeda harus dipertimbangkan dalam memformulasikan keputusan dan kebijakan yang akan dibuat. Mempertimbangkan kepentingan wanita dan melibatkan laki-laki dan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan yaitu dasar dari kerangka demokrasi yang mendorong ke arah kesetaraan dan keadilan gender.
Upaya Memperjuangkan Kesetaraan Gender dalam Kehidupan Politik
Pada dasarnya, kuota 30% yang diberikan untuk keterlibatan wanita dalam politik dan keterwakilan perempuan dalam tuhann legislatif yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 10 tahun 2008 ihwal Pemilu Legislatif dan Undang-undang No. 2 tahun 2008 ihwal Partai Politik (Parpol), masih sangat jauh dengan kenyataannya. Walau sejatinya angka 30% ditinjau dengan hitungan statistik berdasarkan jumlah masih dinilai tidak adil. Namun sebagian kalangan wanita yang lain menyambut hal ini sebagai langkah maju untuk memberi gerak bagi perekrutan kaum perempuan dalam langkah politiknya. lantaran selama ini perempuan hanya berjumlah 12 % saja yang berkiprah dalam ruang sidang di Senayan.
Merupakan fenomena gres dan menyegarkan dalam perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, meskipun dalam tataran yang relatif kecil dan sederhana, tetapi masih banyak keinginan dan peluang yang mampu dilalui oleh para perempuan dalam partisipasinya untuk mensosialisasikan dan mengimplementasikan undang-undang tersebut sekaligus sebagai penghargaan terhadap pengorbanan dan usaha wanita yang selama terpinggirkan oleh sistem. lantaran pada kesempatan kali ini, publik akan mengatakan penilaian langsung terhadap partai-partai politik peserta pemilu yang memiliki kepedulian terhadap perjuangan serta potensi-potensi perempuan, bahkan ada semacam kecaman dari aneka macam lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi-organisasi kemasyarakatan perempuan lainnya, untuk tidak memilih gambar partai yang tidak memperhatikan kepentingan perempuan atau dengan tidak merealisasikan Undang-Undang wacana keterwakilan perempuan.
Keterwakilan perempuan menjadi penting lantaran jumlah perempuan dalam panggung politik masih sangat rendah, berada dibawa standar, sehingga posisi dan kiprah perempuan dalam lembaga legislatif, terlebih jabatan direktur sebagai pengambil dan penentu kebijakan masih minim. Hal ini memperlihatkan bahwa eksistensi perempuan masih belum diperhitungkan. Dengan adanya dorongan untuk keterwakilan perempuan yang 30% di ilahin legislatif saat pemilu 2009 tersebut, seolah-olah diamanatkan UU No. 10 tahun 2008, walaupun belum ada affirmative action yang mengatakan previlage tertentu, sehingga memberikan syarat yang lebih simpel bagi caleg perempuan dari pada caleg pria, namun hasil dari pemilu tersebut sudah menunjukkan keterwakilan yang meningkat dari pemilu sebelumnya, yaitu untuk yang kuasan perwakilan rakyat RI 18% dari sebelumnya yang hanya 12% dan untuk keterwakilan di DPD agak lebih tinggi dari pada keterwakilan di yang kuasan perwakilan rakyat, yaitu 27,3% dari sebelumnya 18,8%.
Berdasarkan data tersebut di atas, kurang adanya ratifikasi terhadap pentingnya kiprah perempuan dalam proses politik, telah terbuktikan dengan kurang terakomodirnya permasalahan perempuan dalam perencanaan pembangunan, meskipun semenjak lama sudah dikampanyekan dalam info gender mainstreaming ihwal wanita sebagai bagian dan sasaran dalam pembangunan pada tahun 1974 dengan menggunakan pendekatan “Women In Development Approach (WID)”. Hal ini dikarenakan konsep gender dalam pembangunan masih belum diterjemahkan dengan baik oleh semua elemen pembangunan baik secara teoritis maupun aplikatif.
Sehingga hasil–hasil pembangunan masih berpihak pada kelompok-kelompok tertentu.dan menjadi bias gender. Adapun upaya–upaya untuk mencapai penyetaraan dan keadilan gender terus dilakukan oleh penggerak perempuan, pada tahun 1980-an, melalui pendekatan “Gender And Development Aproach (GAD)”. Pendekatan ini tidak lagi melihat perempuan dan laki–laki dari perbedaan biologis, akan tetapi memandang laki–laki dan perempuan secara sosial dan struktural mampu berpartisipasi dalam proses kehidupan, terutama partisipasi dalam kehidupan di ranah politik dan publik.
Partisipasi antara laki–laki dan wanita dalam kehidupan berpolitik merupakan salah satu prinsip perjuangan para pencetus wanita, hingga diamanatkan dalam konvensi peniadaan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang kemudian diadopsi oleh sidang umum PBB tahun 1979 yang ditetapkan pada tahun 1981. Pemerintah Indonesia sendiri juga telah meratifikasi melalui Undang–Undang Republik Indonesia no. 7 tahun 1984 pada tanggal 24 juli 1984 melalui lembar negara no. 29 tahun 1984. Meskipun demikian, hingga dikala ini perjuangan menuju kesetaraan dan keadilan masih belum optimal lantaran adanya diskriminasi secara struktural dan kelembagaan yang masih kuat dalam kehidupan masyarakat. Pendiskriminasian semacam ini semakin melemahkan sumber daya wanita terlebih dikala para wanita tidak mempunyai keinginan untuk merubah dan melaksanakan pembenahan-pembenahan sejak dini.
Untuk itu, adapun upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik, adalah pertama, harus diusahakan adanya peraturan atau UU ihwal pemilu, pilkada, dan partai politik yang mencantumkan wacana affirmative action terhadap keterwakilan perempuan dengan memberikan previlage tertentu kepada keterwakilan wanita, sehingga dengan adanya affirmative action, dibutuhkan keterwakilan perempuan akan meningkat dan sesuai cita-cita. Kedua, diperlukan adanya usaha-usaha peningkatan pendidikan bagi perempuan secara terus menerus. lantaran dengan adanya peningkatan taraf pendidikan bagi kaum perempuan, maka akan meningkatkan kompetensi dan daya saing kaum wanita di bidang politik.
Ketiga, dibutuhkan adanya pencerahan dan pendidikan politik yang terus-menerus kepada masyarakat luas, sanggup dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, ormas, ataupun oleh lembaga–lembaga lain, wacana unggulnya pemimpin politik perempuan. Dengan usaha itu dibutuhkan akan menyampaikan perubahan pandangan ihwal budaya patriarki bagi masyarakat, sehingga kemungkinan terpilihnya peminpim politik wanita akan sama dengan kemungkinan terpilihnya pemimpim politik pria. Sehingga kesetaraan gender dalam dunia perpolitikan akan semakin maju dan dampak sampingnya untuk kemajuan perjuangan pemberantasan korupsi bisa segera dirasakan.
Kesimpulan
Di Indonesia, warta kesetaraan gender balasan-akhir ini menjadi warta yang tidak ada habisnya dan masih berusaha terus diperjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Permasalahan perihal kesetaraan gender ini mencakup substantif pemahaman ihwal kebijakan perspektif gender itu sendiri. Oleh lantarannya, gerakan gender kemudian menjadi arus utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Dalam proses demokratisasi, dilema partisipasi politik perempuan yang lebih besar, reperesentasi dan kasus akuntabilitas menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia. Demokrasi yang bermakna yaitu demokrasi yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan secara umum dikuasai penduduk Indonesia yang terdiri dari wanita. wangsit bahwa politik bukan wilayah bagi wanita yaitu ide yang selalu didengungkan selama berabad-abad, dan ternyata memang sangat dampaktif untuk membatasi wanita untuk tidak memasuki wilayah ini. Terminologi publik dan privat yang erat kaitannya dengan konsep gender, kiprah gender, dan stereotype, telah menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan di antara perempuan dan pria. Akibat yang paling terperinci dari situasi politik seolah-olah itu yaitu marjinalisasi dan pengucilan perempuan dari kehidupan politik formal. Untuk itu, diperlukan aneka macam upaya untuk memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan politik, yang nantinya diharapkan akan menyampaikan perubahan pandangan ihwal budaya patriakhi bagi masyarakat, sehingga kemungkinan terpilihnya peminpin politik perempuan akan sama dengan kemungkinan terpilihnya peminpin politik laki-laki. Sehingga kesetaraan gender dalam dunia perpolitikan akan semakin maju dan efek sampingnya untuk kemajuan usaha pemberantasan korupsi mampu segera dirasakan.
Saran
Dalam upaya kesetaraan gender di Indonesia, khususnya dalam dunia politik, perlu adanya upaya yang sinergis dan berkesinambungan, dengan melibatkan semua pihak yang menjadi pelaku politik khususnya partai politik, organisasi kemasyarakatan dan pemerintah melalui instansi terkait dalam penyelenggaraan pendidikan politik bagi perempuan.
Selengkapnya silahkan lihat file preview dan download Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesiapada link di bawah ini.
Preview teladan Makalah:
Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia
Download teladan Makalah:
[ Format File .doc / .docx Microsoft Word]
Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia.docx
0 Komentar Untuk "Contoh Makalah Politik dan Kesetaraan Gender di Indonesia"
Post a Comment