IBX5980432E7F390 Teori Belajar Ausubel - Bahas Materi Sekolah

Teori Belajar Ausubel


A.   Pengertian Belajar Menurut Ausubel
Menurut Ausubel, berguru dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama bekerjasama dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa mampu mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan info itu dalam bentuk akhir, maupaun dengan bentuk berguru penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan isu itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan berita gres itu, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Kedua dimensi ,yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu continuum. Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan mencar ilmu penerimaan dengan belajar hafalan, alasannya adalah mereka beropini bahwa berguru bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Maka, belajar penerimaan pun dibentuk bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan kekerabatan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar inovasi rendah kebermaknaannya, dan merupakan berguru hafalan, adalah memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seakan-akan menebak suatu teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.
B.     Prinsip dan Karakteristik belajar Menurut Ausubel
1.      Belajar Bermakna
Inti dari teori Ausubel perihal belajar ialah berguru bermakna (Ausubel, 1996). Bagi Ausubel, mencar ilmu bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi gres pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi wacana memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa isu disimpan di tempat-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya berguru, dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan gosip yang menyerupai dengan informasi yang sedang dipelajari.
Dasar-dasar biologi berguru bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau cirri-ciri neron yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologi tentang mencar ilmu bermakna menyangkut asimilasi gosip baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Kaprikornus, dalam berguru bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang baru berakibatkan perubahan dan modifikasi subsume-subsumer yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maka subsumer itu dapat relatif besar dan berkembang.
2.      Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka gosip baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak dilakukan perjuangan untuk mengasimilasikan pengetahuan gres pada konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi mencar ilmu hafalan. Pada kenyataannya, banyak guru dan materi-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan memakai konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan gres, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi hafalan. Lagi pula sistem penilaian di sekolah menghendaki hafalan, jadi timbul pikiran pada para siswa untuk apa bersusah payah belajar secara bermakna. 
Kerap kali siswa-siswa diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip yang sebenarnya tidak mereka mengerti apa yang mereka katakana. Suatu teladan pada, bahwa memang mencar ilmu hafalan yang terjadi pada bawah umur diberikan dalam buku Wiliam James yang berjudul Talks to Teachers.
C.    Langkah-langkah Pembelajaran
Sebelum dimulainya suatu proses berguru, maka penting untuk memperhatikan apa-apa saja yang telah diketahui siswa, karena ini merupakan faktor dalam menghipnotis keberhasilan berguru. Untuk itu perlu dibentuk langkah-langkah pembelajaran biar tidak terjadi kerancuan dalam kegiatan belajar. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori Ausubel:
  1. Menentukan tujuan pembelajaran.
  2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awwal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya)Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti. 
  3. Menentukan topik-topik dan menampilkanya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
  4. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
  5. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
D.    Kegiatan Pembelajaran
Hakikat belajar merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan penataan info, reorganisasi, perceptual, dan proses internal. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan supaya belajar lebih bermakna bagi siswa. Berikut merupakan bentuk kegiatan kegiatan pembelajaran.
  1. Siswa bukan sebagai orang akil balig cukup akal yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melaui tahap-tahap tertentu.
  2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan mampu belajar dengan baik, terutama kalau menggunakan benda-benda kongkrit.
  3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencar ilmu amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman mampu terjadi dengan baik.
  4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi berguru perlu mengaitkan pengalaman atau berita baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si pelajar.
  5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau nalar tertentu, dan sederhana ke kompleks.
  6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, info harus diadaptasi dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah memperlihatkan korelasi antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
  7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, lantaran faktor ini sangat mensugesti keberhasilan mencar ilmu siswa. Perbedaan tersebut contohnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
E.     Faktor - faktor yang Mempengaruhi Belajar Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi mencar ilmu bermakna menurut Ausubel (1963), ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu gosip baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demiklian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif  itu stabil, terperinci, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul, dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, kalau struktur kognitif itu tidak stabil, mencurigai, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat berguru dan retensi.Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna ialah sebagai berikut:
  1. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial.
  2. Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan berguru bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna
Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna. Banyak siswa mengikuti pelejarn – pelajaran yang kelihatannya tidak relevan dengan kebutuhan mereka pada dikala itu. Dalam pelajaran – pelajaran demikian materi pelajaran dipelajari secara hafalan.para siswa kelihatannya dapat memberikan tanggapan yang benar tanpa menghubungkan materi itu pada aspek – aspek lain dalam struktur kognitif mereka.Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor:
  1. Materi itu harus mempunyai kebermaknaan logis
  2. Gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang nonarbitrer ( materi yang konsisten dengan apa yang telah diketahui) dan substantif ( materi itu mampu dinyatakan dalam banyak sekali cara tanpa mengubah arti ). Contoh dari nonarbitrer anak yang sudah mempelajari konsep – konsep segi empat dan bujur sangkar mampu memasukkan kedua konsep ini secara nonarbitrer ke dalam pembagian terstruktur mengenai yang lebih luas, yaitu kuadrilateral ( persegi empat) , alasannya sifat – sifat dari bentuk–bentuk bersegi empat akan cocok dengan konsep – konsep segi empat dan bujur kandang yang sudah dipelajari. Selanjutnya contoh yang substantif suatu segi tiga ekilateral yaitu segitiga yang mempunyai tiga sisi yang sama dapat diubah menjadi “ bila sebuah segitiga mempunyai semua sisi sama maka segitiga itu ialah segi tiga ekilateral”. Dengan mengubah urutan kata – kata, kita tidak mengubah artinya; pernyataan itu ekivalen.Aspek kedua wacana kebermaknaan potensial ialah bahwa dalam struktur kognitif siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan pengalaman anak – anak, tingkat perkembangan mereka, intelegensi mereka, dan usia.isi pelajaran harus dipelajari secara hafalan, bila anak – anak itu tidak mempunyai pengalaman yang dibutuhkan mereka untuk mengatkan atau menghubungkan isi pelajaran itu.Oleh lantaran itu, biar terjadi mencar ilmu bermakna materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu kedalam struktur kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsure – unsure yang cocok untuk mengaitkan atau menghubungkan materi baru secara nonarbitrer dan substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada maka materi itu walaupun dipelajari akan dipelajari secara hafalan.
F.     Kelebihan dari belajar berdasarkan teori Ausubel
Proses berguru terjadi jika seseorang sanggup mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimiliknya dengan pengetahuan baru. Proses belajar aka terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus menyimpan dan memakai gosip yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel dan juga Novak (1997), ada tiga kebaikan dari mencar ilmu bermakna,yaitu:
  1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama mampu diingat.
  2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses mencar ilmu berikutnya untuk materi pelajaran yang menyerupai.
Informasi yang dilupakan sehabis subsumsi obliteratif, meninggalkan imbas residual pada subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang menyerupai, walaupun telah terjadi “lupa”.

Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Teori Belajar Ausubel"

Post a Comment